Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Senin, 26 Januari 2009

Pesan dari Hotel

Pesan lingkungan ternyata tidak hanya datang dari penggiat lingkungan. Tetapi juga bisa datang dari hotel, tempat yang identik dengan kemewahan dan boros energi. Setidaknya itulah yang diajarkan oleh sejumlah hotel yang berada di Bali. Ada hotel Melia Bali yang melakukan penghematan energi listrik dengan memanfaatkan cahaya matahari untuk menerangi hotel mereka. Ada hotel Alila Ubud dan Alila Manggis yang mampu mendaur ulang 80 persen air yang mereka manfaatkan. Ada Hotel Interconental yang membuat pupuk dari sampah makanan mereka yang proses pembuatannya bisa disaksikan di lahan parkir.

Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andi-noviriyanti@riaupos.co.id


Gamelan Bali dan tarian bali yang sangat khas dengan permainan mata para penarinya menjadi sajian awal ketika Riau Pos memasuki Hotel Melia Bali. Hotel mewah berbintang lima itu tidak menyambut para tamunya dengan semburan air conditioner (AC) yang maha dingin. Bangunan lobby seperti pendopo yang terbuka bagian depan dan belakang membiarkan angin semilir keluar masuk dengan lincahnya.
Berangkat menuju kamar hotel, terlihat bagaimana hotel ini begitu bermanja cahaya matahari. Tidak ditemukan lampu-lampu di koridor hotel atau semburan AC. Itu karena hotel yang dibangun bertingkat ini memilih berasitektur terbuka. Banyak jendela-jendela terbuka yang dengan keelokannya mengundang angin datang. Dari Langit-langit hotel juga terlihat serbuan cahaya matahari yang masuk lewat atap kaca menerangi tiap lorong hotel.
Masuk ke dalam ruangan, juga tersaji kamar hotel nan menawan. Angin segar dari pantai masuk lewat jendelanya yang terbuka lebar di balkon yang terbuka. Tak perlu menghidupkan lampu atau AC jika ingin bersantai di dalamnya.
Hotel Melia Bali itu adalah hotel ramah lingkungan. Ia telah mendapat sertifikasi Green Globe 21, yaitu hotel ramah lingkungan yang diakui dunia. Hotel yang terletak di kawasan Nusa Dua Bali ini juga telah berkali-kali mendapatkan Tri Hita Karana (THK) Award. Sebuah penghargaan yang diberikan kepada hotel yang ramah lingkungan oleh Pemerintah Bali bersama asosiasi hotel dan restoran di Bali.
Hotel memang memiliki kontribusi besar terhadap upaya penyadaran lingkungan. Setidaknya itu yang diungkapkan Ary S. Suhandi, Direktur Eksekutif Indonesia Ecotourism Network (INDECON). Lewat tips-tips yang selalu mereka berikan tentang hemat energi, hemat air, kurangi pemakaian deterjen, serta tempelan poster kelestarian lingkungan lambat laun dipastikan memberikan efek bagi penyadaran lingkungan.
Apalagi kalau hotel juga melakukan upaya ramah lingkungan. ”Misalnya dengan melakukan komposting seperti Hotel Interconental Bali. Malah hotel ini menjadikan itu sebagai salah satu atraksi di halaman parkir mereka. Usaha lain yang pantas ditiru juga adalah pemanfaatan produk daur ulang seperti yang dilakukan Hotel Alila Bali. Mereka menggunakan sabun daur ulang yang diproduksi oleh home industri masyarakat di sekitar mereka,” ungkap Ary kepada Riau Pos.
Di Pekanbaru sendiri dari penelusuran Riau Pos ke sejumlah hotel juga punya trik tersendiri untuk penyelamatan lingkungan. Misalnya Hotel Grand Zury dan sejumlah hotel berbintang lainnya menerapkan kunci kamar digital yang sekaligus sebagai knop untuk listrik di kamar. Jika penghuninya keluar kamar bersama dengan kuncinya, otomatis listrik akan mati. Jadi tidak ada istilah televisi, lampu kamar dan AC yang tetap menyala ketika ruangan ditinggalkan.
Sementara di Hotel Aryaduta Riau Pos menemukan bagaimana hotel ini memberlakukan pencucian handuk hanya untuk yang diletakkan di lantai. Sementara untuk handuk yang digantung hanya dikeringkan.
”Kalau untuk tamu yang long stay biasanya handuknya tidak akan kita cuci selama dua hari kalau dibiarkan digantung. Kita hanya akan mencuci yang diletakkan di lantai. Ini upaya kita untuk mengurangi penggunaan deterjen. Tetapi ini juga tergantung permintaan tamu. Biasanya kalau tamu asing, malah mereka yang berpesan handuknya jangan dicuci. Mungkin mereka sudah sangat aware terhadap lingkungan,” ungkap Zwahir Noor, Executive House Keeper, Hotel Aryaduta
Upaya untuk mengurangi gas rumah kaca si penyebab pemanasan global juga menjadi konsen utama Hotel Aryaduta. Untuk itu mereka melakukan usaha penghematan pemakaian energi listrik. Upaya itu ternyata tidak saja sekedar bersahabat dengan alam, tetapi juga mampu menghemat tagihan listrik hotel di bilangan Jalan Dipenegoro itu.
”Perbandingan tagihan listrik dari tahun 2006 ke tahun 2007 cukup significant. Kita bisa menghemat sekitar 15-20 persen. Atau sekitar 30 juta,” ungkap Andreas A Stiller, General Manager Hotel Aryaduta.
Penghematan energi dilakukan dengan cara tidak membiarkan televisi di kamar dalam keadaan stanbye bila tidak ada tamu hotel. Memastikan seluruh lampu dan alat elektonik yang tidak digunakan dalam keadaan mati. Mengganti semua lampu dengan lampu hemat energi. Menghindari penggunaan lift untuk turun naik satu lantai.
”Yang kami lakukan memang hanya kecil-kecil. Namun disini ada seratus kamar. Bila bisa melakukan penghematan disana sedikit, disini sedikit, setelah dikalkulasi jadi banyak juga,” ungkap Andreas.
Pada tahun 2008 Hotel Aryaduta juga berencana menempelkan stiker-stiker tentang penghematan air dan listrik di masing-masing kamar hotel. Juga menghimbau penghematan pemakaian handuk untuk mereka yang menginap beberapa hari.
Namun upaya hotel untuk ramah lingkungan tidak serta merta bisa berhasil. Misalnya yang dihadapi oleh manajemen Hotel Grand Zury. ”Kami menerapkan pemisahan sampah kering dan sampah basah. Untuk itu kami membangun bak pembuangan sampah yang terpisah. Namun kenyataannya masyarakat yang ikut memakai tempat pembuangan sampah kami membuangnya dengan campur aduk. Lebih-lebih kalau sudah ada pemulung, semua jadi berantakan dan berceceran,” ungkap Timotius Afan, General Manager Hotel Grand Zury
Afan juga mengaku bingung hal apa lagi yang bisa dilakukan hotelnya bagi penyelamatan lingkungan. Pasalnya ada kekhawatiran upaya penyelamatan lingkungan bisa mengganggu kenyamanan hotel. ”AC kurang dingin sedikit saja, tamu sering komplain. Mau menanam pohon, tidak ada lagi halaman di tempat kami” tuturnya bercerita tentang tantangan yang mereka hadapi untuk membuat hotel ramah lingkungan.
Namun begitu, dia berharap ada pembinaan yang bisa dilakukan pemerintah. Agar hotel-hotel di Pekanbaru bisa lebih bersahabat dengan alam.


0 komentar: