Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Sabtu, 31 Januari 2009

Berkelana ke Hutan Kertas

”Ternyata Bikin Kertas Itu Sulit, Jadi Harus Hemat Kertas”


Sabtu pagi, sekitar pukul 08.00 pagi, di penghujung Bulan Agustus. Aku dan sekitar 25 teman-teman kecilku dari siswa kelas VI SD 001 Rumbai di antaranya Romi, Siddik, Devi dan Dian, punya agenda hendak berkelana ke hutan kertas. Kebetulan teman-temanku yang sekolahnya berdampingan dengan kompleks Chevron Rumbai itu punya tugas belajar Bahasa Indonesia untuk membuat laporan perjalanan. Nah, untuk kebutuhan laporan berjalanan itu, kepala sekolah dan guru pembimbing bekerjasama dengan PT Arara Abadi mengajak kami semua ke hutan kertas milik PT Arara Abadi yang berada di Perawang. Sekitar satu jam perjalanan dari Kota Pekanbaru.

Sebenarnya apa sih hutan kertas itu? Hutan kertas itu adalah pepohonan dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang menjadi bahan baku pembuat kertas. Tidak saja kertas untuk buku yang setiap hari kami tulisi dan baca, tetapi juga kertas tissu untuk mengelap keringat kami.
Perjalanan pun dimulai dari depan SD 001 Rumbai yang kini mulai tampak asri. Pasalnya di sekolah yang menjadi salah satu tempat penilaian Adipura (Kota Terbersih) itu sangat banyak pepohonan. Ada matoa, mahoni, ketapang, pulai dan lain sebagainya. Menurut Kepala Sekolah SD 001 Rumbai Jalaluddin yang ikut serta dalam perjalanan itu, dulunya sekolah mereka tidak begitu. Dulu sekolah yang memiliki halaman yang sangat luas itu, sangat gersang. Tetapi sejak tahun 2005, kepala sekolah yang sudah bertugas sejak enam tahun lalu ini, mengajak murid-muridnya menanam pohon. Satu anak satu pohon.
Pohon-pohon itu kini jumlahnya lebih dari 200 batang. Setiap pohon ada nama pemiliknya, yaitu nama para siswa. Para siswa itulah yang berkewajiban memelihara dan merawatnya. Selain ada nama siswa, pohon-pohon itu juga dilengkapi dengan nama pohon itu dalam bahasa Indonesia dan dalam bahasa latin serta tahun berapa mereka menanam.
Sebelum berangkat ke Perawang, aku sempat berkeliling-keliling sekolah itu. Ternyata pohon-pohon yang ditanami para siswa itu ada yang tumbuh subur tetapi ada juga yang antara hidup dan mati alias sudah sekarat. Tetapi dari sekian banyak pohon itu, yang paling menarik perhatianku adalah pohon pulai (Alstonia scholaris). Soalnya tajuk pohonnya sangat indah, seperti payung yang berbentuk datar khas payung-payung pesta adat. Berada di bawah pohon itu rasanya sangat nyaman sekali.
Kata Nazaruddin, General Manager Humas PT Arara Abadi yang ikut menemaniku berkeliling, itu adalah sumbangan dari PT Arara Abadi. Pohon yang dibibitkan dan dikembangkan di PT Arara Abadi itu disumbangkan kepada sekolah itu, dalam rangka untuk penghijauan di sekolah yang terletak di Jalan Type VI KM 2 ½ Rumbai.
Pulai itu, kata Nazaruddin, kayunya sangat ringan. Biasanya untuk membuat perahu, kayu itu yang digunakan karena gampang terapung. Sementara dari literatur yang kubaca ternyata pulai itu adalah kayu untuk membuat pensil. Pulai juga bisa dimanfaatkan untuk industri pulp dan kertas. Di sekolah pulai juga dimanfaatkan untuk papan tulis sekolah. Itulah sebabnya nama latinnya Alstonia scholaris, dimana scholaris berarti sekolah.
Selain punya manfaat itu, ternyata tanaman itu juga bisa untuk obat. Kulit kayunya bisa untuk obat demam, malaria, limpa membesar, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut, kolik, kencing manis, tenakan darah tinggi, wasir, anemia, gangguan haid, dan rematik akut. Sementara daunnya untuk mengatasi borok, bisul, perempuan setelah melahirkan (nifas), beri-beri dan payudara bengkak karena bendungan ASI.
Karena semua teman-teman kecilku itu sudah berkumpul semua akhirnya aku bersama mereka meninggalkan SD 001 Rumbai sekitar pukul 08.30 WIB. Perjalanan ke Perawang pun dimulai.
***

Sesampai di Perawang, teman-teman kecilku bersorak gembira. Pasalnya mereka sangat takhjud melihat jejeran pohon Eucalyptus Pellita 05 (EP05). Pohon itu kurus, tidak bercabang dan tinggi menjulang. Tingginya sekitar 40 meter. Sehingga pohon yang berbaris rapi itu terlihat sangat indah seperti ingin menggapai langit.
Pohon yang kami saksikan itu adalah tanaman hasil kultur jaringan yang dikembangkan oleh PT Arara Abadi. Sebenarnya, menurut Nazarruddin, tanaman itu sulit untuk di tanam di Riau karena persyaratan tumbuhnya berbeda dengan kondisi tanah dan iklim di Riau. Tanaman yang kebanyakan tumbuh di Australia dan bagian timur Indonesia itu, akhirnya diteliti oleh bagian penelitian dan pengembangan PT Arara Abadi. Akhirnya, didapatkan sub spesies yang pas untuk ditanam di Riau. Itulah yang kemudian dikenal dengan Eucalyptus Pellita 05. Tanaman itu, sudah di hak patenkan atau sudah didaftarkan Haki (Hak Kekayaan Intelektual)-nya oleh PT Arara Abadi. Agar tanaman itu tidak dicontek oleh pihak lain tanpa seiizin PT Arara Abadi. ”Ini bagian dari menghargai karya orang lain yang sudah bersusah-susah menelitinya,” ungkap Nazaruddin.
Setelah menyaksikan pohon-pohon yang indah itu, Nazaruddin menjelaskan kepada teman-teman kecilku bahwa pohon itulah yang akan diolah menjadi kertas. Dulu, tambahnya, PT Arara Abadi rata-rata menggunakan bahan baku kertas dari pohon akasia. Tetapi karena Eucalyptus kualitasnya lebih baik dan pohonnya lebih tinggi-tinggi, maka kini bahan baku kertas PT Arara Abadi banyak yang dari Eucalyptus. Selain itu, alasanya, pohon Eucalyptus ini ternyata tidak selalu harus ditanam. Pasalnya ia bisa tumbuh dari tunas. Jadi kalau misalnya pohon Eucalyptus ditebang, maka dari tebangan itu akan tumbuh anakkan baru.
Untuk bisa menjadi bahan baku kertas, yang digunakan manusia untuk menulis, mencetak buku, koran, majalah, membungkus goreng, kado, dan mengelap tangan dengan kertas tissu, menurut Nazaruddin membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Setidaknya dibutuhkan waktu selama enam tahun.
”Lamakan menunggunya untuk bisa dimanfaatkan jadi bahan baku kertas? Artinya, kalau anak-anak menanamnya saat kelas satu SD, maka baru bisa memanfaatkannya sebagai bahan baku kertas ketika sudah tamat SD. Jadi kalau pakai kertas harus hemat. Kalau buku tulisanya masih ada yang kosong jangan dibuang,” ujar Nazaruddin.
Sekedar tambahan, menurut Prof Dr Sudjarwadi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam media massa pernah menyebutkan bahwa satu rim kertas setara dengan satu pohon berusia lima tahun. Jadi bisa dibayangkan berapa banyak pohon yang harus ditebang untuk memenuhi kebutuhan kertas manusia.
Selanjutnya, selain harus menunggu lama untuk menanti bahan baku kertas tumbuh, sulitnya membuat kertas tidaklah hanya sampai disitu. Pohon-pohon yang sudah berumur enam tahun itu setelah ditebang harus dipotong-potong atau dijadikan log. Log yang ada tadi kemudian disimpan di tempat penampungan beberapa bulan sebelum diolah dengan tujuan untuk melunakan log dan menjaga kesinambungan bahan baku. Itulah sebabnya, di pabrik kertas sering terlihat tumpukan log yang menggunung dan sangat panjang.
Kayu kemudian dibuang kulitnya dengan mesin atau dikenal dengan istilah De-Barker. Kayu dipotong - potong menjadi ukuran kecil (chip) dengan mesin chipping. Chip dimasak didalam digester untuk memisahkan serat kayu (bahan yang diunakan untuk membuat kertas) dengan lignin. Pproses pemasakan ada dua, yakni secara kimi dan secara mekanis. Hasil dari pemasakan itulah yang disebut pulp (bubur kertas). Pulp itulah yang kemudian diolah menjadi kertas pada mesin kertas.
Sebelum masuk keareal mesin kertas, pulp diolah dulu pada bagian stok persiapan. Bagian itu berfungsi untuk meramu bahan baku seperti menambahkan pewarna untuk kertas (dye), menambahkan zat retensi, menambahkan filler (untuk mengisi pori - pori diantara serat kayu), dan lainnya. Bahan yang keluar dari bagian itu disebut stock (campuran pulp, bahan kimia dan air)
Dari stock persiapan sebelum masuk ke headbox dibersihkan dulu dengan alat yang disebut cleaner. Dari cleaner stock masuk ke headbox. Headbox berfungsi untuk membentuk lembaran kertas (membentuk formasi) diatas fourdinier table.
Fourdinier berfungsi untuk membuang air yang berada dalam stock (dewatering). Hasil yang keluar disebut dengan web (kertas basah). Kadar padatnya sekitar 20 persen. Lalu, masuk pada proses press part yang berfungsi untuk membuang air dari web sehingga kadar padatnya mencapai 50 persen. Hasilnya masuk ke bagian pengering (dryer). Cara kerja press part ini adalah kertas masuk diantara dua roll yang berputar. Satu roll bagian atas di beri tekanan sehingga air keluar dari web. Bagian ini dapat menghemat energi, karena kerja dryer tidak terlalu berat (air sudah dibuang 30 %).
Kemudian dryer berfungsi untuk mengeringkan web sehingga kadar airnya mencapai enam persen. Hasilnya digulung di pop reel sehingga berbentuk gulungan kertas yang besar (paper roll). Paper roll ini yang dipotong - potong sesuai ukuran dan dikirim ke konsumen.
”Ternyata Bikin Kertas Itu Sulit, Jadi Harus Hemat Kertas” begitu teriak para siswa SD saat ditanya pengalaman mereka ke hutan kertas
***
Menghemat penggunaan kertas, ternyata tidak saja menghemat banyak pohon yang ditebang, tetapi juga menghemat penggunaan listrik, bahan kimia, dan air untuk proses pembuatan kertas itu. Selain itu, tentu saja juga mengurangi limbah yang dihasilkan. Untuk itulah, sebaiknya juga jangan terlalu royal menggunakan kertas yang berkualitas bagus. Pasalnya kertas yang lebih tebal, putih dan licin itu menggunakan listrik, bahan kimia dan menghasilkan limbah yang lebih banyak.
Menurut pengalaman Nazaruddin, di Cina, kertas yang digunakan untuk buku tulis dan buku bacaan tidaklah seperti yang dibuat di Indonesia. Kualitasnya sama seperti untuk kertas koran. Tetapi kalau soal isi buku bacaan mereka jauh lebih up to date (terkini).
Terakhir bagaimana sih cara menghemat kertas? Pertama, jangan sembarangan membuang kertas. Periksa dahulu, apakah masih ada bagian yang bisa digunakan? Kedua, kumpulkan sisa-sisa kertas yang benar-benar tidak terpakai dan serahkan atau jual kepada para pemulung. Mereka akan mengirim kertas-kertas itu ke tempat daur ulang. Ketiga, bila ingin mencetak hasil ketikan (mengeprint) maka pastikan hasil ketikan sudah sempurna. Jadi ketikan di edit di komputer saja. Lalu sebisa mungkin gunakan kertas itu timbal balik. Begitu juga saat mengfotocopi bahan bacaan.
Masih banyak lagi kok yang bisa dilakukan untuk menghemat kertas. Selamat mencoba dan berkreasi untuk menghemat kertas versi masing-masing.***


2 komentar:

Makasih untuk postingnya, terutama '1 rim kertas=pohon 5 tahun'-nya.

Saya sangat setuju dengan Novi, memang kita sering tidak memperhatikan betapa sangat berharganya bila kita mampu melakukan penghematan pemakaian kertas. coba bayangkan saja bila setengah penduduk Indonesai menghemat 1 kertas perhari berarti ada sekitar 1100an juta lembar kertas yang bisa di hemat perhari. Berarti akan mampu mengurangi berapa pohon yang harus ditebang untuk kertas yaaa?

visitSAVE OUR NATION
Ekonomi Indonesia