LIPI, Universitas Kyoto, dan Unri Teliti Giam Siak Kecil
Telah banyak berkembang informasi bahwa kawasan rawa gambut memiliki begitu banyak potensi, terutama untuk obat-obatan. Sejumlah penyakit yang diderita umat manusia yang hingga kini belum ada obatnya, seperti kanker, HIV/AIDS diprediksi banyak ahli berada di kawasan rawa gambut. Namun, tidak banyak yang melakukan penelitian terhadap kawasan yang membentang sangat luas di Provinsi Riau. Sebagai akibat masih terbatasnya sumberdaya manusia, dana, dan fasilitas untuk melakukan berbagai penelitian itu.
Keinginan Sinar Mas Forestry (SMF) untuk menggagas kawasan rawa gambut Giam Siak Kecil (GSK) dan sebagai cagar biosfer telah membuka peluang yang sangat luas untuk meneliti kemungkinan ada berbagai potensi obat-obatan itu. Mengingat salah satu fungsi cagar biosfer adalah tempat penelitian. Untuk itulah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Kyoto, dan Universitas Riau (Unri) bermaksud melakukan penelitian mengenai berbagai potensi yang ada di kawasan itu.
Penelitian bersama itu, diawali dengan melakukan pertemuan di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unri. Hadir pada kesempatan itu Prof. Dr. Subiyanto dan Dr. Y. Purwanto (keduanya mewakili LIPI), Prof. Dr. Kasuke Mizuno, Prof. Dr. Takahisa Hayashi dan Dr. Shoko Kobayashi (mewakili Universitas Kyoto), dan Prof. Dr. Usman Tang serta 16 dosen lain (mewakili UNRI). Tujuan pertemuan yang dibuka oleh Ketua Jurusan Biologi Drs. Muhibbuddin MSi tersebut adalah untuk mensosialisasikan tentang Cagar Biosfer Giam Siak Kecil dan peluang kerjasama di bidang penelitian antara UNRI, LIPI dan Universitas Kyoto.
Pertemuan itu kemudian diikuti dengan sebuah fieldtrip ke desa Tasik Betung yang ada di wilayah yang akan diusulkan menjadi cagar pada Selasa (4/11) lalu. Dilanjutkan lagi dengan pertemuan di Hotel Jatra. Hasil pembicaraan mengerucut pada rencana penulisan proposal bersama yang akan diajukan ke lembaga-lembaga donor (funding agencies).
Untuk sementara ada tiga hal yang akan diteliti oleh tiga lembaga ini. Pertama, mendeskripsikan ekosistem. Maksudnya untuk mengenali habitat, yakni apa saja yang terdapat dikawasan itu dan proses-proses ekologis apa saja yang ada dikawasan itu. Hal itu, menurut Ahmad Muhammad selaku penghubung antar tiga lembaga tersebut, sangat penting untuk melakukan managemen. “Dari informasi deskripsi ekosistem itu kita bisa mengetahui apa yang terjadi, bila suatu bagian dari kawasan itu digeser atau dibuka. Misalnya jika dibuka kawasan itu, maka kita bisa memperkirakan apa yang akan terjadi,” ungkap dosen Biologi FMIPA Unri ini.
Kedua, mengesplorasi potensi yang ada di kawasan yang diusulkan di kawasan itu. Misalnya potensi ekowisata, potensi keanekaragaman hayati, terutama mikroorganiseme yang terdapat di areal itu. “Meskipun keanekaragaman hayati di kawasan rawa gambut lebih rendah dari hutan dataran rendah namun tetap saja potensi yang harus digali dikawasan itu banyak, karena ada kekhasan,” papar Ahmad. Ketiga, rencana pengelolaan landscape. Yakni penelitian bagaimana rencana pengelolaan kawasan ini yang tidak saja berkelanjutan bagi ekosistem tetapi juga bagi manusia disekitarnya.
Menanggapi akan adanya rencana penelitian itu Prof. Dr. Usman Tang, selaku Kepala Lembaga Penelitian UNRI, menegaskan kesediaan Unri menyediakan dana awal senilai tidak kurang dari Rp 100 juta untuk membiayai penelitian-penelitian eksploratif tentang ekosistem GSK oleh dosen-dosen Unri.
Sementara itu Prof. Dr. Kasuke Mizuno, Prof. Dr. Takahisa Hayashi dan Dr. Shoko Kobayashi dari Universitas Kyoto menyebutkan bahwa setidaknya kini mereka memiliki enam tema penelitian. Pertama, bagaimana bisa tercapai kolaboratif managemen dengan masyarakat lokal. Kedua, mengawasi perubahan biomassa hutan dihubungkan dengan REDD (Reducing Emissions from Deforestation in Developing Countries). Ketiga, melakukan penelitian dinamika atmosfer, produksi CO2 dan metan. Keempat, meneliti siklus air dan karbon yang ada di kawasan tersebut. Kelima, keanekaragaman hayati yang ada di kawasan itu. Keenam, eksplorasi kayu pulp, mengenai riset potensi kayu pulp, bukan untuk produksi kertas, tetapi juga bioetanol. Saat ini sedang mencari jenis pohon dan mikroorganisme yang tepat. (ndi)
1 komentar:
ini agendanya sinar mas kah?
Semua izin yang ada dikawasan ini harus dibatalkan demi hukum berdasarkan UU 26 tahun 2007 dan PP 26 tahun 2008.
Mudah2an universitas tidak digiring ke politik koorporasi
Posting Komentar