Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Senin, 18 Oktober 2010

Melihat Kursi Ban Bekas Generasi Kelima ”Paku Hilang dan Kini Bermotif Melayu”


Butuh empat tahun bagi Suherman untuk bisa mewujudkan mimpinya membuat kursi dari ban bekas yang anti patah, anti karat, anti lapuk, bahkan kini bermotif Melayu.

Laporan Marrio Kisaz, Pekanbaru marriokisaz@riaupos.com

Suherman tak henti-hentinya sumringah, memperlihatkan kursi ban bekas generasi kelimanya, Jumat (15/10) sore, di tempat workshop usahanya sekaligus kediamannya Jalan Rowo Bening, Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan. Pria berkumis ini menyebutkan kursi karet atau yang diberinya nama dagang siret alias kursi karet itu, sudah sempurna.


“Butuh waktu empat tahun bagi saya untuk membuat kursi ini jadi sempurna. Lihat pakunya sudah tak kelihatan lagi. Bahkan sekarang saya sudah bisa membuatnya bermotif Melayu. Ini bisa menjadi kursi kebanggaan Riau sebagai kursi Riau. Dengan ini saya sudah siap go public,” ujarnya terkekeh bahagia dan menyatakan dalam waktu dekat mulai memproduksi besar-besaran produk kursi tersebut yang selama ini hanya berdasarkan orderan.

Sembari bercerita, dia mengajak Riau Pos berkeliling melihat kursinya yang sangat identik dengan bentuk bulat-bulat tersebut. Dia memperlihatkan beberapa generasi siret sebelum generasi kelima tersebut dan tumpukan ban bekas yang sebagian sudah diolah menjadi kerangka kursi.

‘’Saya memulainya dari nol. Pada awalnya produk ini sangat sederhana dengan masih terlihat paku dan ukiran yang yang kasar. Namun saya terus belajar secara autodidak sehingga produk generasi kelima inipun tercipta. Kursi ini sudah sesuai mottonya. Anti patah, anti karat, dan anti lapuk,’’ paparnya sembari menceritakan sebelumnya kursi siret generasi keempat terkendala dengan posisi pakunya yang masih terlihat di bagian luar kursi dan rentan berkarat.

Pria penerima penghargaan Adikriya tingkat Provinsi Riau tahun 2007 itu memang pantas berbangga hati. Pasalnya Riau Pos pun sempat dibuat pangling saat pertama kali melihat kursi tersebut di kantor Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pekanbaru. Kursi yang terpajang sebagai kursi tamu tersebut tak kelihatan sama sekali tanda-tanda dari ban bekas. Bahkan layak disejajarkan dengan kursi mewah lainnya.

Apalagi, pria ini berhasil berinovasi dalam mengukir ban tersebut dengan motif Melayu. Salah satunya pucuk bersusun daun berjalin. Yang artinya seorang pemimpin yang bijaksana dengan didukung anggota yang baik dan patuh.

Penasaran akan produk ramah lingkungan itu, Riau Pos mencoba untuk menduduki kursi dari ban bekas itu. Kursi tersebut ternyata memiliki pondasi yang kokoh.

‘’Saya sengaja mendesain sedemikian rupa, agar kursi ini dapat diterima di pasaran,’’ ungkapnya sambil menceritakan produk kursi dari ban bekas sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, namun baru dia yang berhasil membuat bentuk ban itu tidak kelihatan lagi.

Dalam mengembangkan usahanya, Suherman menggunakan bahan utama dari ban bekas yang tidak bisa digunakan lagi. Didukung bahan pendukung seperti paku, busa, kaca dan peralatan yang masih tergolong manual dan sangat sederhana.

Setiap bulannya dia bisa menyelesaikan tiga sampai empat set kursi lengkap dengan meja dan aksesorisnya. Semua karya tersebut dikerjakan dengan tanggannya sendiri. Keterbatasan itu terjadi karena minimnya pendanaan dan dia masih belajar menemukan formula yang tepat

‘’Saya mengumpulkan ban bekas dengan membeli Rp20-40 ribu untuk satu ban. Inilah yang saya kumpulkan secara bertahap dengan kondisi keuangan seadanya. Saya juga tidak memberikan patokan yang tinggi untuk hasil karya ini. Satu setnya saya menjual sekitar Rp2,4-3,5 juta. Sedangkan modal secara keseluruhan yang saya keluarkan dari Rp 2-2,9 juta. Tergantung permintaan pembeli,’’ ujar Pria yang berkulit agak gelap itu.

Selain bahagia siap untuk go public, terselip rasa kwatir dari penerima penghargaan tingkat Nasional dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI tahun 2009Pasalnya produk generasi keimanya itu bisa saja ditiru oleh orang lain dengan gampang. "Saya berharap hak patennya dilindungi," ujarnya.

Meminimalisir Perubahan Iklim
Pengamat Lingkungan Riau Drs T Ariful MSi menilai sudah saatnya persfektif pengembangan usaha ekonomi kerakyatan mengacu pada konsep ramah lingkungan. Dimana menurut Direktur Badan Kajian Rona Lingkungan Universitas Riau tersebut langkah pemanfaatan limbah dari ban bekas yang dilakukan Suherman dapat berimbas positif dalam meminimalisir perubahan iklim.

‘’Jika tidak diolah dengan proses daur ulang yang ramah lingkungan. Ban bekas yang dibakar dapat mempercepat proses perubahan iklim. Dimana hasil pembakarannya dapat meningkatkan kadar karbondioksida di udara. Selain itu jika material ban dilengkapi dengan bahan belerang, maka dapat meningkatkan kadar bahan kimis SOS yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup dan kelestarian lingkungan," paparnya.

Sedangkan untuk penanganan dengan sistem penguburan juga tidak selamanya efektif. Karena menurutnya, selain memerlukan waktu yang panjang mencapai 20 tahun, kandungan sintetis dalam material ban dapat merusak struktur tanah. Sehingga dapat berimbas ke mikroba dan organisme di lingkungan.

Perlu Suport Pemerintah
Perjalan usaha pengolahan bahan bekas milik Suherman ternyata tidak semulus seperti yang diharapkan. Salah satu kendala yang ditemukan adalah suport dari pemerintah dan pihak swasta dalam hal pemasaran. Sehingga produk yang idealnya menjadi salah satu ikon produk UMKM yang ramah lingkungan masih belum dapat terpasarkan secara maksimal.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Riau Raja Indra Bangsawan mengaku pihaknya masih terkendala dalam upaya mempromosikan produk UMKM. Kendati demikian pihaknya tetap berupaya secara optimal melakukan pembinaan dan pelatihan agar produk yang dihasilkan dapat lebih berkualitas sehingga dapat bersaing dipasaran.

Kondisi yang tidak jauh berbeda diungkapkan Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi Kota Pekanbaru Firmansyah. Secara detail dia mengaku telah berkali-kali melakukan kegiatan promosi lewat beberapa event pameran ditingkat lokal bahkan nasional. Hanya saja kendala yang ditemukan menurutnya berada pada kesiapan pihak pengelola UMKM yang belum siap dalam proses permodalan dan pemasaran.

‘’Pengembangan sektor UMKM sudah cukup baik. Hanya masih sering terkendala untuk sektor permodalan. untuk itu kita telah mencoba melibatkan pihak perbankan dan beberapa pihak swasta dalam mengembangkan sektor UMKM yang termasuk skala prioritas kita. Namun ini tidak bisa dilakukan secara instan. Melainkan secara bertahap,’’ imbuhnya.

Kondisi tersebut menimbulkan keprihatinan dari kacamata ekonom Prof Zulkarnaini MSi yang telah bertahun-tahun berkecimpung dan mendalami perekonomian khususnya di pengembangan ekonomi kerakyatan. Dia menilai saat ini belum adanya figur yang mau untuk memberikan perhatian ekstra dalam pengembangan UMKM di daerah. Padahal menurutnya salah satu indikasi keberhasilan perekonomian di suatu daerah dapat dilihat dari indikasi keberhasilan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan, seperti sektor UMKM.(ndi)


0 komentar: