Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Sabtu, 31 Januari 2009

Hamparan Gersang Jadi Sentra Buah-buahan Segar

Melihat ranumnya jambu air jenis king rose, buah naga merah, jambu klutuk bangkok, dan belimbing demak yang terdapat di sebuah supermarket dengan label “Produk CSR”, Anda mungkin sulit mempercayai kalau buah-buah segar itu justru berasal dari hamparan tanah gersang bernama Perawang. Tapi itulah kenyataannya, jauh di dalam hamparan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi yang berada di Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak itu terdapat berhektar-hektar kebun buah.

Laporan Andi Noviriyanti, Perawang
andi-noviriyanti@riaupos.co.id




Baru saja saya dan rombongan siswa SD 001 Rumbai, Pekanbaru sampai di areal ke Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM) PT Arara Abadi, di Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, kami langsung melihat beberapa orang pegawai BPPM membawa aneka buah-buahan ke gazebo tempat kami duduk. Meski terbungkus plastik, kami bisa melihat dengan jelas bagaimana ranumnya buah-buahan di dalamnya. Ada jambu klutuk yang berwarna hijau terang, buah naga dan jambu air yang merah merona, belimbing yang kuning menghijau, serta buah nangka yang berwarna kuning terang.
Buah-buahan yang terkemas ala produk supermarket itu, ternyata hasil dari kebun buah yang terdapat di areal BPPM tersebut. Setidaknya, Kepala BPPM Harsono, menyebutkan setiap minggu mereka bisa memproduksi sekitar 30 kilogram (kg) buah naga, 50 kg belimbing, 20 kg jambu getas, dan buah-buahan lainnya. Produk buah mereka itu, bila dulu hanya dijual untuk lingkungan karyawan dan masyarakat Perawang, kini sudah masuk ke supermarket di Pekanbaru.
“Kalau ada label seperti ini (stiker kuning kecil bertulis produk CSR dan di bawahnya ada gambar daun hijau ), maka buah-buahan itu pasti asalnya dari sini. Sudah sejak awal tahun 2008 lalu, produk buah dari tempat ini masuk ke supermarket. Sebelumnya, buah-buah yang ada hanya dijual kepada pegawai PT Arara Abadi, Indahkiat dan masyarakat setempat,” ungkap Harsono sembari menunjukkan stiker kuning yang menempel di buah-buahan dalam kemasan itu.
Keberadaan buah-buah segar asal Perawang itu, mungkin tidak akan pernah terbayangkan. Pasalnya Perawang identik dikenal sebagai kota industri yang panas dan bertanah tandus. Selain areal perumahan dan pertokohan yang terlihat di kawasan itu, mungkin hanyalah hamparan pohon akasia dan eucalyptus yang terlihat di tempat itu. Ditambah dengan komplek pabrik kertas yang terpagar tinggi. Nyaris tak mungkin ada tempat bagi tanaman buah-buahan.
Tetapi semua identitas Perawang yang gersang dan tandus itu, mungkin sebentar lagi akan tergeserkan. Bisa saja, Perawang ke depan akan menjadi sentra buah-buahan. Mengingat ternyata di daerah Perawang itu cukup banyak buah-buahan segar yang bisa tumbuh, seperti yang kami lihat di BPPM. Selain di BPPM, kini banyak juga kelompok petani buah yang mengembangkan tanaman buah-buahan tersebut.



Riau Berbuah dan Sejuta Buah
Gerakan menaman pohon buahn yang dilakukan oleh BPPM PT Arara Abadi, bukanlah bagian dari produk baru dari perusahaan yang tergabung dalam Sinarmas Group tersebut. Gerakan yang mulai dibangun pada tahun 2005 lalu hanyalah bagian dari kegiatan Community Development (CD) PT Arara Abadi untuk memberdayakan masyarakat di sekitar areal konsesi mereka. Program itu menurut General Manager Humas PT Arara Abadi Nazaruddin adalah program ”Riau Berbuah”.
”Suatu saat nanti, kita ingin di Riau dipenuhi dengan tanaman buah-buahan. Jadi kita sebut dengan gerakan Riau Berbuah,” ugkap Nazaruddin ketika mendampingi kami berkunjung ke BPPM pada penghujung Agustus lalu.
Gerakan Riau Berbuah, menurut Nazaruddin tidak saja ada di tempat mereka. Meski dengan nama berbeda, saat ini, menurutnya di Kabupaten Pelalawan juga dilakukan gerakan yang sama. Hanya saja namanya Gerakan Sejuta Buah. Gerakan sejuta buah itu, dicanangkan pada tahun 2006 oleh T Azmun Ja’far yang kala itu menjabat sebagai Bupati Pelalawan. Azmun punya mimpi suatu saat nanti, Pelalawan sebagai salah satu daerah lintasan antar kota dan antar provinsi bisa menjadi sentra buah-buahan segar. Sehingga setiap orang yang melintasi daerah Pelalawan bisa membeli buah-buahan dari kota itu.
”Dulu, para petani yang hendak bertanam buah-buahan itu berlatihnya disini. Sudah delapan angkatan yang berlatih disini. Masing-masing angkatan 30 orang. Kita bimbing mereka sampai tahapan pendampingan,” jelas Harsono tentang keterkaitan Gerakan Riau Berbuah dan Sejuta Buah.
Gerakan menggalakkan penaman buah, tidak saja digalakkan kedua pihak itu, saat ini Pemerintah Kota Pekanbaru. Setidaknya, saat ini Dinas Pertanian Kota Pekanbaru juga telah membangun kebun koleksi buah di Desa Okura seluas sepuluh hektar. Di dalam kebun koleksi buah itu, menurut Kepala Dinas Pertanian Kota Pekanbaru Sentot Prayitno, terdapat 700 pohon tanaman buah yang berumur satu setengah tahun. Pohon buah itu di antaranya matoa, mangga, belimbing, manggis, durian monthong, rambutan, jambu biji, sukun dan salak pondoh.
Sentot menyebutkan kawasan yang sudah memiliki 700 pohon tanaman buah itu akan terus diperbanyak jumlah dan variasi tanamannya. Kelak, kawasan itu akan dijadikan tempat wisata agro Kota Pekanbaru. Pasalnya lokasi kawasan itu sejalan atau tidak berjauhan dengan Danau Buatan yang akan dikembangkan menjadi kawasan wisata alam di Kota Pekanbaru.

Peningkatkan Pendapatan
Menanam buah-buahan tidak selalu harus di areal khusus. Menurut Harsono, tanaman buah bisa ditanam di areal pekarangan. Selain menghijaukan kawasan rumah dan memenuhi kebutuhan buah untuk konsumsi sendiri, tanaman buah itu juga bisa meningkatkan pendapatan.
”Misalnya, kalau seseroang menanam jambu air jenis king rose, maka satu batang pohon bisa menghasilkan 15 kilogram buah, dengan masa dua kali panen dalam setahun. Harga buah jambu air tersebut saat ini Rp23 ribu. Jadi setahun satu batang pohon bisa menghasilkan pendapatan tambahan Rp690.000. Kalau dua batang tentu hasilnya bisa mencapai lebih dari satu juta rupiah. Tetapi memang ini tidak bisa dijadikan pendapatan utama,” ungkap Harsono menjelaskan berapa nilai ekonomis dari bertanam buah di halaman rumah.

Memenuhi Kebutuhan Lokal
Gerakan menaman pohon buah itu, menurut Senton sangat penting. Pasalnya, di ibukota Pekanbaru saja, hampir 70 persen kebutuhan buah berasal dari daerah lain. Baik yang berasal dari provinsi tetangga maupun dari luar negeri. Sementara itu, dari datan data Dinas Ketahanan Pangan (BKP), disebutkan setiap tahun Riau mengalami peningkatan jumlah pemasukan buah-buahan dari luar daerah. Bila tahun 2001 jumlahnya hanya 25.654.00 ton, pada data terakhir BKP yakni tahun 2005 diketahui kebutuhan buah meningkat menjadi 86.554.08 ton. Ke depan diperkirakan akan terjadi peningkatan pola konsumsi buah.
”Orang-orang saat ini sudah mulai meninggalkan konsumsi karborhidrat terlalu banyak. Mereka beralih ke sayur dan buah segar. Mengingat unsur serat penting bagi kesehatan. Sehingga bisa dipastikan kebutuhan buah akan meningkat. Meskipun saat ini ada juga masyarakat Riau yang tidak mengkonsumsi buah. Karena masih dianggap kebutuhan kalangan menengah ke atas,” ungkap Khairul Zainal, Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, Sabtu (13/9) petang.
Berdasarkan data dari Departemen Pertanian, saat ini Indonesia kebanjiran buah-buahan impor. Buah-buah impor itu kebanyakan berasal dari Australia, Amerika, China, dan Thailand. Untuk mengatasi hal itulah, masing-masing daerah harus mengupayakan pemenuhan kebuhan buah lokal. Pasalnya, menurut Guru Besar Kehutanan Universitas Gadja Mada Prof Suhardi, mengandalkan produk impor akan tambah memiskinkan bangsa Indonesia.
”Indonesia sangat kaya dengan berbagai aneka produk makanan. Termasuk buah-buahan. Nilai gizi antara makanan impor dengan yang kita miliki tidak jauh berbeda. Malah kita jauh lebih kaya. Lihat saja nilai vitamin dan mineral yang terdapat dari buah-buah lokal dengan buah impor itu. Gerakan memakan buah lokal sangat penting untuk ketahanan pangan kita,” ujar Prof Suhardi berkali-kali kepada Riau Pos tentang pentingnya memanfaatkan tanaman lokal untuk kebutuhan masyarakat. ***





0 komentar: