This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 24 Januari 2010

Mengenal Gambut, dari Semenanjung Kampar ke Kopenhagen (3)


REDD Plus Plus?

Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD) menjadi pembicaraan paling hangat di seluruh kawasan negara berkembang yang memiliki hutan. Bahkan kini berkembang pula skema REDD plus. Lalu bisakah gambut secara khusus masuk sebagai skema REDD plus plus?



Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Eric J Layman, wartawan senior asal Amerika yang tinggal di Italia dan menjadi tutor bagi para jurnalis Indonesia yang akan berangkat meliput konferensi perubahan iklim Sedunia (UNFCCC) COP15 di Kopenhagen, akhir November lalu, cukup kaget mendengar cerita tentang gambut. Suatu kawasan yang memiliki fungsi sangat penting dalam mengurangi emisi karbon, terutama karena menyerap karbon dan tidak melepaskan karbon yang ada di dalam lapisan tanahnya.

Apalagi saat Eric, mendengar ada kedalaman gambut hingga 20 meter di Riau. Menurutnya, sudah selayaknya upaya menjaga dan menyelamatkan gambut dari kerusakan menjadi prioritas penting masyarakat dunia. Sehingga salah satu ide tulisan yang dikembangkan adalah bagaimana mendorong agar gambut masuk dalam mekanisme REDD plus plus (++). Seiring dengan berkembangnya wacana tentang mekanisme REDD plus sejak COP14, di Poznan, Polandia, Desember 2008.

Namun dalam penelusuran Riau Pos untuk mendorong gambut masuk dalam mekanisme REDD plus-plus, tidaklah seperti bayangan awalnya. Awalnya, ada dugaan plus pada REDD plus, memiliki makna ada kompensasi lebih yang diberikan bagi penerima REDD. Selanjutnya REDD plus plus, memiliki makna mendapatkan tambahan berganda. Dengan asumsi, sama halnya seperti tarif hotel yang selalu mencantumkan ++, artinya ada tambahan biaya lain dari harga yang telah dicantumkan.

Pada kenyataannya REDD plus di situ, menurut Teguh Surya, dari Friend of The Earth (di Indonesia dikenal dengan Walhi, red), salah satu pembicara dalam side event yang dilaksanakan Panos London bersama Climate Change Media Patnership (CCMP) di Bella Center, Kopenhagen, tempat COP 15 berlangsung, menyatakan bahwa plus maknanya bukan membayar lebih. Tetapi memasukkan kawasan konservasi dalam mekanisme REDD.

Lebih lanjut, Teguh mengupas tentang sejarah REDD. Menurutnya ide tentang mekanisme REDD, dimulai pada tahun 2005, tepatnya COP 11 di Montreal. Di mana Papua Nugini bersama dengan Costa Rica dan didukung oleh delapan negara lainnya (Coalition of Rainforest Nations) mengajukan proposal mekanisme penurunan emisi dari deforestasi dari negara-negara berkembang. Mengingat emisi dari deforestasi hutan tropis menjadi penyumbang terbesar kedua penyebab pemanasan global.

Kemudian, pembahasan skema REDD berkembang kencang saat COP13, di Bali, tahun 2007. REDD dalam konfrensi itu, secara sederhana diartikan sebagai pemberian insentif atau kompensasi finansial kepada negara-negara yang berkeinginan dan mampu mengurangi emisi dari deforestasi dan digradasi. Namun, belum usai persoalan REDD, pada COP14 di Poznan, Polandia skema REDD diperluas. Skema ini tidak lagi berhubungan langsung dengan upaya pengurangan deforestasi dan degradasi lahan. Akan tetapi difungsikan untuk melakukan konservasi cadangan karbon di hutan, pengelolaan hutan lestari, peningkatan cadangan karbon hutan baik melalui kegiatan penanaman pohon dan rehabilitasi lahan yang terdegradasi.

Asumsinya, tambahnya, bila skema awal REDD hanya memberikan keuntungan kepada negara-negara pemilik hutan dengan laju deforestasi tinggi. Namun dengan adanya skema REDD plus dengan lingkup yang lebih luas, maka negara-negara yang selama ini aktif melakukan konservasi hutan juga bisa mendapatkan skema REDD. Dengan demikian REDD plus-plus tidak memungkin. Apalagi Doddy S Sukadri, Ketua Kelompok Kerja Alih Guna Lahan dan Kehutanan (LULUCF) Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Desember lalu, menyatakan gambut tidak pernah dibahas dalam teks negosiasi.

“Kita pernah mengusulkan agar gambut dipisahkan dengan wetland (lahan basah). Namun tidak ada negara lain yang mendukung. Akhirnya yang ada hanya wetland. Meskipun memang gambut termasuk lahan basah. Namun fungsi gambut yang sangat penting dalam mengurangi emisi karbon, akhirnya tidak dibahas spesifik,” ujarnya.

Dalam pengamatan Riau Pos, persoalan gambut pada COP15 hanya dibahas pada kegiatan sampingan (side event). Selain itu, sejumlah orang yang Riau Pos tanyai tentang tahukah mereka tentang Semenanjung Kampar, Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan sebagai salah satu hutan rawa gambut yang kini ramai dibicarakan di Indonesia, apalagi paska aksi Greenpeace menentang alih fungsi lahan di areal tersebut. Rata-rata menggeleng tidak tahu.

Meskipun gambut tidak dibicarakan di teks negosiasi dan tidak ada perhatian dunia terhadap nasib gambut, Jonotoro, praktisi gambut Riau, minggu ketiga Januari, menyatakan isu gambut dalam beberapa tahun ke depan akan semakin populer. Pasalnya inti dari upaya melawan perubahan iklim adalam mengurangi emisi. Jika emisi dari lahan gambut tidak dicegah, maka target untuk mengurangi emisi karbon tidak akan dicapai.

“Target Presiden SBY untuk menurunkan target emisi pada tahun 2020 sebesar 26 persen itu tidak akan tercapai, jika upaya penyelamatan gambut tidak dilaksanakan. Pasalnya 14 persen dari total target penurunan emisi itu itu berasal dari sektor kehutanan terutama dari hutan rawa gambut yang paling banyak melepaskan emisi bila rusak,” paparnya.

Ia juga menyerukan, meskipun gambut kini masih terkesan diabaikan, namun menurutnya prinsip kehati-hatian tetap harus dilaksanakan dalam pengelolaan gambut. Apalagi, menurutnya, gambut merupakan areal yang rapuh, dan jika sekali mengalami kerusakan hampir mustahil untuk kembali.***

Minggu, 17 Januari 2010

Menumpang Gaharu di Tanaman Sawit


Anda pasti sering mendengar istilah tumpangsari? Yakni salah satu sistem pertanian yang memadukan beberapa jenis tanaman dalam satu areal untuk mengefektifkan pemanfaatan lahan dan mendapatkan hasil panen yang berlipat ganda. Ternyata sistem itu juga bisa dimanfaatkan di perkebunan sawit. Salah satu diantaranya dengan menumpangkan tanaman gaharu di antara sawit. Dengan begitu petani tak hanya dapat buah sawit tetapi juga mendapat rupiah dari gaharu serta yang terpenting ikut menyelamatkan lingkungan.



Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Program itulah yang coba dikembangkan oleh Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kuok, Kabupaten Kampar. Institusi penelitian dan pengembangan tanaman hutan milik Departemen Kehutanan ini menerapkan metode penanaman gaharu di antara sawit sejak tahn 2006 lalu.

Menurut Syahrul Donie, Kepala BPHPS Kuok Kabupaten Kampar, program itu dilatarbelakangi fenomena masyarakat yang beramai-ramai menanam sawit karena nilai ekonomis yang menggiurkan. Namun di sisi lain penanaman sawit yang terlalu banyak terutama di daerah hulu sungai, berdampak tidak baik terhadap lingkungan. Penanam sawit dapat mereduksi air di daerah aliran sungai (DAS) yang dapat memicu terjadinya kekeringan dan juga banjir pada musim penghujan.

Untuk menjembatani persoalan itulah, menurut Syahrul, makanya mereka mendorong dan mensosialisasikan penanaman gaharu di antara sawit. Keberadaan gaharu di antara sawit, selain dalam konteks perbaikan lingkungan karena gaharu berkontribusi dalam permbaikan dan pembaharuan cadangan air dalam tanah, juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya selain mendapatkan sawit, masyarakat juga bisa memanen gaharu yang juga bernilai ekonomis tinggi.

Gaharu merupakan hasil hutan non kayu yang terdiri dari gumpalan padat kecoklatan dan berbau harum. Gaharu mempunyai bermacam khasiat selain sebagai nutfah juga dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan parfum, kosmetik hingga bahan dasar pengobatan penyakit.

BPHPS mengujicobakan program ini atau disebut dengan areal model Gaharu di antara Sawit di Desa Kembangdamai, Kecamatan Pagaran Tapah Darusalam, Kabupaten Rokan Hulu. BPHPS membuktikan tanaman gaharu yang telah mereka bibitkan di BPHPS dapat ditanam bersandingan dengan kelapa sawit dan tidak mengganggu pertumbuhan kedua tanaman tersebut. Itu terbukti dari pertumbuhan sawit yang cukup baik setelah penyisipan gaharu dan pertumbuhan gaharu juga menunjukkan perkembangan yang baik di areal tersebut.

Syahrul Donie juga menjelaskan bahwa perawatan tanaman gaharu di antara sawit tidak memerlukan teknik khusus. Bahkan, tambahnya, limbah dari pohon sawit bisa dijadikan pupuk bagi tanaman gaharu dan sawit sendiri. Yakni dengan memanfaatkan limbah pelepah sawit menjadi arang yang dijadikan pupuk sawit maupun gaharu.

“Pada areal tanah yang dikembangkan untuk sawit ini, memiliki PH asam dan kesuburan rendah. Untuk mengatasinya, kami melakukan percobaan agar pertumbuhan gaharu dan sawit bisa terus membaik. Kami menjadikan limbah arang pelepah sawit sebagai pupuk untuk sawit dan gaharu, dengan kapasitas enam kilogram arang per batang gaharu. Hasilnya cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan indikator pertumbuhan gaharu yang semakin baik dan kenaikan pH tanah dari yang tadinya 3-4 menjadi 5-6,” papar Syahrul.

Edi Nurohman, tenaga teknisi BPHPS, lebih lanjut menjelaskan proses percobaan mereka di Desa Kembangdamai tersebut. Lahan sepuluh hektar yang berisi kebun sawit itu, menurutnya, dibagi dalam tiga kelompok. Masing-masing bagian dibuat konsep pelakuan jarak tanam. Bagian pertama terdiri dari 4 Ha dengan jarak tanam antara gaharu dan sawit sejauh 2 meter. Bagian kedua seluas 4 Ha, jarak tanamnya dibuat 3 meter, dan pada area ketiga, sisanya ditanami dengan jarak 2-3 meter.

Pelakuan jarak tanam dan pemberian pupuk arang pelepah kelapa sawit, menurut Edi, membuktikan dapat memberi efek yang sangat baik pada tanaman Gaharu. Hal itu, katanya, terlihat dari pertambahan tinggi gaharu yang berumur 30 bulan atau 2,5 tahun dari enam bulan masa pemberian limbah arang pelepah sawit. Tanaman gaharu mengalami pertumbuhan hingga 70 persen sementara pertambahan diameter batang tanaman gaharu dengan umur yang sama bisa mencapai 72,20 persen.

Perawatan gaharu di antara sawit, tambah Edi, bisa dilakukan secara bersamaan. Edi menyebutkan gaharu tidak memerlukan cara perawatan khusus. Hanya saja membutuhkan kehati-hatian petani ketika membersihkan pelepah Sawit agar pohon gaharu yang ada dibawahnya tidak rusak tertimpa pelepah. Selain itu kebersihan gaharu dari rumput liat di sekitarnya juga perlu diperhatikan.

BPHPS berharap upaya mereka membangun areal model gaharu di antara sawit di Desa Kembangdamai, Kecamatan Pagaran Tapah Darusasalam, Rokan Hulu ini dapat menjadi pilihan cerdas masyarakat.***

Forum Save The Earth: Mengungsikan Gajah atau Manusia?

Gajah kembali mengamuk di Indragiri Hulu dan Rokan Hulu, menghancurkan rumah dan kebun masyarakat. Konflik berulang terus terjadi karena berebut lahan dengan manusia. Menurut Anda, apakah yang harus dilakukan untuk mengakhiri konflik ini? Apa yang Anda pilih, mengungsikan warga disekitar habitat gajah atau mengungsikan gajah dari habitatnya?


Konflik Gajah dan Manusia bukan yang pertama kali kita dengar dan alami. Mengungsikan penduduk?, saya rasa itu tidak terlalu tepat, dan mengungsikan Gajah dari habitatnya itu lebih tidak tepat lagi. Bagaimana mengatasi ini secara permanent?. Sudah cukuplah untuk penebangan hutan, jangan ditambah lagi. Dan apakah kita bisa menyalahkan Gajah untuk hal ini?. Karena hakekatnya kitalah yang mengganggu habitatnya.
ALEX SINAGA
Pekanbaru

Manusia dan alam tidak bisa dipisahkan. Manusia membutuhkan alam untuk hidup dan karna itu salah satu kewajiban manusia adalah menjaga keseimbangan alam. Dalam kasus ini, manusia telah mengambil alih habitat gajah, tidak hanya merugikan pihak gajah, namun juga merugikan pihak manusia sendiri. Gajah sudah tidak banyak lagi di jumpai di Negara kita, dengan mengganggu habitatnya kita sama saja membiarkannya hidup sengsara dan akhirnya akan terjadi penurunan populasi gajah. Kenapa manusia harus mengambil alih tempat tinggal mereka? Toh mereka berhak hidup,kok. Manusia tidak boleh terlalu mementingkan kebutuhannya. Alam menyediakan keperluan manusia, maka manusia harus menghormati alam. Saya setuju jika penduduk harus dipindahkan ke daerah lain, dan habitat gajah di rehabilitasi hingga kembali seperti semula. Kontrol terhadap jumlah penduduk dan persebaran penduduk perlu ditekankan lagi. Sedikitnya angka pertumbuhan penduduk akan mengurangi tigkat perluasan lahan tempat tinggal, persebaran penduduk yang merata juga akan menefisienkan penggunaan lahan tempat tinggal, secara otomatis kita mengurangi tingkat eksploitasi alam.
JOSHUA IMMANUEL
UR Pekanbaru

Menurut saya tidak ada yang harus diungsikan, karena jalan keluar dari semua konflik tersebut adalah manusia. Manusia harus mengalah sebab gajah juga membutuhkan kenyamanan hidup. Bayangkan jika tempat tinggal kita diusik/diganggu pasti kita marah, bukan?. Gajah juga seperti itu. Jika manusia tidak mengalah, maka apa nilai lebihnya manusia dibanding gajah?. Jadi pemerintahan setempat harus bijak memutuskan kelangsungan hidup kedua belah pihak.
CLIFF CHARDS ZACHAWERUS
Kelas 8 Daniel Junior High School Rumbai

Menurut saya kita harus mengungsikan masyarakat karena selama ini gajah sudah tinggal diwilayah itu. Jadi agak sulit jika harus mengungsikan gajah. Hal ini berarti pemerintah daerah harus memikirkan pemukiman yang baru untuk masyarakat.
PRISKA RADA THALIA
Daniel School Rumbai

Menurut saya dua-duanya perlu disikapi. Jangan ada yang diungsikan, tapi benahi kembali komunitas keduanya agar bisa melangsungkan kehidupan masing-masing.
DANIEL KRISTIAN
Kelas 8 SMP Daniel Rumbai


Menurut saya, permasalahan gajah dan manusia yang sekarang ini terjadi dapat diselesaikan dengan warga yang mengungsi dari kawasan gajah. Gajah merupakan makhluk yang juga mempunyai hak untuk memiliki tempat tinggal. Warga yang seharusnya mengalah karena memang tempat yang ditempati warga merupakan hak tinggal gajah. Sebaiknya warga tersebut pindah ke daerah yang tidak merusak alam, seperti di tempat-tempat yang penghuni sedikit. Manusia maupun hewan memiliki hak tempat tinggal yang sama kan?
Ghassani Feta Adani
SMA Cendana Duri
Cara terbaik untuk mengakhiri konflik tersebut adalah dengan membuat pagar kuat dan dialiri listrik antara habitat Gajah dengan lahan tempat tinggal manusia. Populasi Gajah juga harus sesuai dengah habitatnya, bila populasi Gajah tinggi maka harus dipindahkan kekebun binatang. Kemudian untuk manusia jangan menambah lahan dengan merusak habitat binatang langka tersebut. Jika hal itu terjadi maka harus dijatuhi hukuman yang setimpal. Sehingga manusia dan gajah bisa hidup berdampingan dengan damai.
ZAINAL ABIDIN
1A PBI STAI Bengkalis
Menurut saya gajahlah yang harus diletakkan dihabitatnya, Karena gajah sekarang tidak ada yang melindungi. Karena itu gajah mengganggu lahan warga. Kalau sudah dikembalikan ke habitatnya, saya yakin gajah tidak akan mengamuk lagi.
AWERPAN S.Pd
Alumni Formis ROHUL Guru SMPN 1 Rambah Hilir Rohul

Melihat dan mendengar peristiwa gajah mengamuk terhadap warga bukan berita baru lagi bagi penduduk Riau ini, hampir setiap kabupaten kita pernah mendengarnya. persoalan ini, akarnya adalah persoalan hutan yang sudah habis di babat oleh kapitalis di negeri ini, ratusan juta hektar hutan menjadi lahan perkebunan. inilah salah satu penyebab gajah itu mengamuk perumahan warga sekitarnya. Rumah mereka juga tidak ada lagi.Dan sebenarnya semua hewan merasa terganggu oleh bentuk-bentuk penjajahan terhadap rumah mereka. Satu pertanyaan, pernahkan kapitalisme pembabat hutan ini berpikir untuk memelihara ekosistem, kelestarian fauna dan flora jawabannya sangat naif bila mereka mengatakan “ia”, atau mencari solusi terhadap hewan-hewan yang rumah mereka di jadikan bahan baku perusahaan. Prilaku tadi adalah prilaku manusia yang terorganisir, tersusun rapi dengan melibatkan stochkholder yang ada, dengan kepintaran investor busuk di negeri ini. sedangkan prilaku dalam skala kecil adalah perburuan satwa yang ada oleh kelompok-kelompok tertentu. Ini juga bisa mengakibatkan gajah mengamuk. siapa yang dirugikan?, tentulah masyarakat yang berada di wilayah sekitar.
YOSERIZAL
SekJen. Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Kuantan Singingi se Indonesia (forkomakusi se Indonesia) Pekanbaru

Menurut saya untuk sementara ini wargalah yang harus mengungsi dari sekitar habitat gajah, karena kalau dipikir untuk mengungsikan gajah yang lagi mengamuk dapat memperburuk keadaan dan pasti ada yang menjadi korban dari salah satu pihak. Namun jika keadaan sedikit membaik, pihak kuasa harus berusaha secepatnya menyediakan habitat lain untuk gajah atau memasukkan ke kebun binatang agar kehidupan gajah lebih lestari. Sehingga tidak terjadi perebutan lahan dikawasan tersebut dan manusia bisa kembali menempati lahannya.
YENI NAWATI
1A PBI STAI Bengkalis

Jika harus memilih salah satu mengungsikan warga dari habitat gajah atau mengungsikan gajah dari habitatnya, nampaknya kedua pilihan ini sulit, seperti memakan buah simalakama. Namun salah satu jalan keluarnya adalah mencarikan pulau yang kosong untuk kawanan gajah tersebut.
DIMEN SITUMORANG
Pranap Indragiri Hulu

Menurut saya, mengungsikan gajah dari habitatnya. Karena jika warga yang diungsikan maka mata pencaharian warga lumpuh total, dong!. Kalau mereka tidak bekerja anak, bini mau makan apa?.
EGA
Lipat Kain

mengungsikan warga dari habitat gajah itu lebih tepat daripada gajah yang diungsikan, karena kedatangan dan ulah tangan manusia, gajah menjadi mengamuk dan selalu merusak tanaman warga. hal tersebut dilakukan oleh gajah karena gajah merasa terusik oleh kejahilan manusia, hutan diambil kayunya, dibakar dan dijadikan kebun sawit milik pribadi. sehingga hutan sebagai tempat tinggal gajah sudah tidak ada. Walaupun ada, itu hanya sebagian kecil. dan gajah mempunyai hak untuk hidup dan tempat tinggal. karena manusia dan hewan sama-sama ciptaan Tuhan.
AGUS YOGI RADIN PRADIPTA
SMA N 1 Pangkalan kerinci

Sebenarnya semua sudah ada tempatnya, tetapi terkadang hidup penuh dengan perjuangan adaptasi. Hukum rimba dipakai oleh gajah karena mereka tidak bisa berunding. Kemungkinan kalau bisa mereka pasti akan meminta daerahnya untuk tidak diusik. Kerpentingan-kepentingan manusia lah yang membuatnya berbuat seperti itu. Karena saya pernah mengalami dan merasakan berjuang hidup dengan gajah ketika saya berada 1 bulan flying camp dihutan ketika melakukan survey. langkah yang perlu diambil adalah dengan penataan kembali tempat sesuai dengan peta tata ruang yang di sepakati, dulu disebut PETA TGHK sekarang dinamakan PETA RTRW. Disitu kawasan tempat tinggal masing-masing sudah ditentukan.
AGUS DHANANG PURNOMO
Dinas Pertanahan Indonesia untuk Riau

Pemerintah hendaknya dapat membuat lahan tersendiri untuk gajah dan menjaga lingkungan tempat gajah-gajah tinggal agar gajah tidak keluar dari habitatnya dan mengganggu warga. Karena itu saya memilih mengungsikan gajah dari habitatnya , mencari lahan yang layak huni untuk para gajah.
AMALIA JUWENDAH
Kls 7a SMP Cendana Duri

Menurut saya untuk menghindari konflik antara gajah dan manusia, yang perlu dilakukan adalah mengungsikan (memindahkan) gajah dari habitatnya. Alasannya habitat asli gajah telah berubah menjadi perkembunan dan pemukiman, karena itu gajah perlu dipindahkan ke habitat yang lebih sesuai.
INDAH SIREGAR
SD 012 Tapung Hulu Kampar

Menurut saya memindahkan manusia dari habitat gajah. Jika memindahkan gajah dari habitat aslinya jika tidak sesuai akan mengakibatkan kepunahan populasi gajah. Jadi sebaiknya warga sekitar habitat gajah dan pemerintah perlu memahami hal tersebut.
SULAIMAN
STAI Bengkalis

Menurut saya mengungsikan gajah ke tempat yang lebih layak supaya tidak mengamuk dan mengganggu warga serta merusak lingkungan sekitarnya. Pemerintah setempatlah yang bertanggung jawab terhadap penempatan habitat gajah yang baru. Pemerintah harus bertindak tegas demi kenyamanan gajah dan kenyamanan manusia juga.
ERNI EKA PURNAMA SARI
Kelas 8 SMP Daniel Rumbai

Menurut saya untuk mengakhiri konflik itu, manusia jangan membuat pemukiman dihabitat gajah. Gajah merupakan hewan langka dan patut untuk dilindungi, jika habitat gajah dirusak dan geraknya semakin dipersempit maka akan berakibat pada kepunahan populasi gajah. Pemerintah harus menyediakan lahan yang luas untuk habitat gajah, terutama disumatera yang mempunyai hutan cukup luas sehingga gajah tidak perlu mengamuk kepada masyarakat karena tidak ada perebutan lahan antara gajah dan manusia.
SULASTRI
1A PAI STAI Bengkalis

Menurut saya gajah mengamuk karena warga telah mengganggu habitat tempat tinggal gajah. Misalnya warga menembang pohon dihabitat gajah untuk kepentingan mereka. Kalau sudah seperti ini maka komunitas keduanya pasti terganggu. Oleh karena itu sebaiknya warga mempunyai aturan batas wilayah yang bisa dikelola dengan batas tempat tinggal gajah. Agar lebih mengikat sebaiknya aturan tersebut dibuat tertulis.
MATIUS
Kelas 8 SMP Daniel Rumbai

Menurut saya, kita harus mengembalikan gajah ke habitatnya, agar gajah tidak mengganggu warga lagi. Berikutnya kita juga tidak mengganggu tempat tinggal gajah, sebab jika diganggu berkemungkinan gajah akan mengamuk lagi.
NOVA WERIC
Kelas 8 SMP Daniel Rumbai

Menurut saya hal yang harus dilakukan adalah memperbaiki lahan atau habitat gajah yang telah rusak akibat ulah manusia. Dengan cara melakukan penanaman ulang atau reboisasi hutan tempat tinggal gajah yang telah gundul. Dan saya lebih memilih mengungsikan gajah dari habitatnya ketempat yang telah disediakan yang menyerupai habitat aslinya.
REYNALDO ALEXANDER
Kelas 8 SMP Daniel Rumbai

Menurut saya, kita harus mengungsikan dan mengamankan gajah-gajah yang mengamuk tersebut. Jika dibiarkan terus menerus akan menggganggu ketenangan dan aktifitas masyarakat. Namun mengamankan gajah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Maka selain warga yang mengatasi hal tersebut pihak yang berwajib diharapkan juga ikut berpartisipasi dalam upaya mengungsikan gajah ini. Hingga warga kembali aman, tidak diganggu oleh ulah gajah yang mengamuk. Selain itu kita juga harus menjaga kelestarian lingkungan sebab bisa jadi peristiwa gajah mengamuk disebabkan ulah manusia yang menebang dan membakar hutan yang kemudian menyebabkan terganggunya habitat gajah.
SITI HALIMAH
STAI Bengkalis

Menurut saya, ini merupakan pilihan yang sulit. Namun kita harus mengungsikan warga dari habitat gajah. Alasanya, kalau warga dibiarkan dihabitat gajah, akan menambah konflik yang lebih luas bahkan bisa memakan korban jiwa dan kerugian besar lainnya. Jika itu terjadi berarti pemerintah harus menyediakan tempat untuk mengungsikan warga sekitar.
IVAN FERRY
Class 8 SMP Daniel Rumbai

Mengenal Gambut, dari Semenanjung Kampar ke Kopenhagen (2)


Gambut, antara Penyelamat atau Sumber Petaka


Gambut tak hanya bisa menjadi penyelamat dunia dari perubahan iklim. Namun sekaligus juga menjadi sumber petaka bila salah urus karena emisi gas rumah kacanya dapat memicu percepatan terjadinya perubahan iklim.

Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com

Kembali bayangkan gambut sebagai tumpukan padat sampah organik yang berisi potongan ranting, daun, batang, dan zat organik lainnya yang dikeringkan kemudian dibakar. Pastilah gas-gas rumah kaca seperti carbon dioksida (CO2), methana (CH2), dan nitorus oksida (N2O) sebagai hasil pembakarannya tak terhingga banyaknya. Apalagi jika sampah yang dibakar itu ketebalannya hingga 20 meter (kedalaman gambut dalam) seperti yang terdapat di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan.

Saat gambut rusak atau terbakar, menurut Hans Joosten dari Wetland International, awal Desember lalu, tak hanya melepaskan stok karbon yang tersimpan sejak ribuan tahun lalu. Namun, tambah Haris Gunawan, dosen biologi FMIPA Universitas Riau, medio Januari, juga mengakibatkan gambut kehilangan kemampuannya menyerap emisi karbon di udara lewat vegetasi yang dimilikinya.

Gambut secara global, menyimpan sekitar 329-525 giga ton (Gt) karbon. Sekitar 86 persen (445 Gt) dari karbon di lahan gambut tersimpan di daerah subtropis, terutama Kanada dan Rusia. Sementara sisanya 14 persen (70 Gt) terdapat di daerah tropis, terutama di Indonesia (sekitar 50 persen lahan gambut tropis terdapat di Indonesia, red). Haris menjelaskan, gambut di daerah tropis berasal dari material kayu, sementara subtopis dari rumput dan lumut.

Data Wetland International, lahan gambut terluas terdapat di Rusia bagian Asia (1.176 280 km2), selanjutnya Kanada (1.133.926 km2), dan nomor tiga Indonesia (265.500 km2). Dengan demikian Indonesia memiliki luas kawasan gambut tropis terluas karena Rusia dan Kanada termasuk daerah subtropis.

Meskipun lahan gambut di daerah tropis lebih sedikit, namun menurut data Wetland International emisi gas rumah kaca paling banyak terjadi di daerah gambut tropis, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia dan Papua New Guini. Bahkan data Wetland yang dilansir di Konferensi Perubahan Iklim Sedunia (UNFCCC) COP15, di Kopenhagen, Desember lalu, menyebutkan tingkat emisi Indonesia dilahan gambut paling tinggi (500 Mton Co2, data 2008 dan belum termasuk kebakaran lahan gambut,red). Faktor utama tingginya tingkat emisi ini terkait dengan pengeringan lahan gambut.

Namun posisi Indonesia itu akan kebalikannya, dari si sumber petaka (karena melepaskan gas rumah kaca) menjadi penyelamat bumi (bila lahan gambut yang ada di dikelola dengan cara berkelanjutan). Pasalnya salah satu poin dalam International Symposium and Workshop on Tropical Peatland, tahun 2007 lalu, menyebutkan lahan gambut Indonesia yang berkisar 20 juta hektar tersebut mampu menyimpan sekitar 30 persen kapasitas karbon global di dalam tanah. Selanjutnya di atas tanah, lahan gambut bisa menyimpan karbon dalam bentuk vegetasi hutannya. Jadi tingkat menyerap karbon di lahan gambut dua kali lipat.

Dengan demikian pendapat Emmy Hafild, saat itu Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, yang menyatakan Riau bisa menjadi pahlawan dunia dalam melawan perubahan iklim lewat pengelolaan lahan gambutnya secara berkelanjutan dapat dibenarkan. Bila lahan gambut di Riau yang menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) seluas 4.033.666 ha (terluas di Sumatera, red) dengan kandungan karbon sebesar 16.833,45 juta ton dikelolah dengan baik. ***


Kamis, 14 Januari 2010

Mengenal Gambut, dari Semenanjung Kampar ke Kopenhagen (1)

Tumpukan Sampah Organik yang Dipadatkan


Tiga tahun yang lalu, Emmy Hafild, saat itu Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara, mengungkapkan kepada Riau Pos, Riau bisa menjadi pahlawan dunia dalam hal perubahan iklim bila mampu menyelamatkan gambut yang dimilikinya. Bahkan bisa meraup dolar dunia dari stok karbon yang dimilikinya di lahan gambut. Namun benarkah itu? Inilah hasil penelusuran panjang Riau Pos dari sejumlah literatur, diskusi bersama para ahli dalam dan luar negeri, hingga pengalaman tiga kali berturut-turut mengikuti Konferensi Perubahan Iklim Sedunia (UNFCCC) sejak Bali (2007) hingga Kopenhagen (2009)




Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com

Akhir November 2009, di GG House, Bogor, dalam pembekalan wartawan Indonesia yang akan meliput Konferensi Perubahan Iklim Sedunia (UNFCCC) COP 15, di Kopenhagen, Prof Daniel Murdiyarso dari Center for International Forestry Reseach, membuka forum diskusi tentang gambut.

“Gambut itu seperti tumpukan sampah yang dipadatkan,” ujarnya memberi penjelasan sederhana tentang jenis tanah yang kini banyak diributkan oleh aktivis lingkungan agar eksploitasinya dihentikan. Terutama di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, yang kini masih terus menjadi perdebatan para pihak, antara kepentingan ekonomi, konservasi dan melawan perubahan iklim.

Tumpukan sampah itu, berisi zat-zat organik organik yang dipadatkan. Bisa potongan daun, ranting, batang pohon hingga berbagai bahan organik lainnya yang pembusukannya terhenti karena tingginya kadar asam akibat kawasan itu jenuh (tergenang) air.
Gambut umumnya mengisi cekungan-cekungan yang berada tidak jauh dari sungai. Itulah sebabnya gambut sering disebut sebagai tempat penyimpan cadangan air untuk sungai-sungai di dekatnya. Air di areal gambut secara alami akan mengalir ke sungai-sungai tersebut lewat aliran air tanah bila musim kemarau tiba. Keberadaan gambut di sekitar sungai itulah membuat sungai tak gampang meluap saat musim hujan dan tak mudah kering di musim kemarau.

Sekarang, bayangkan bila tumpukan sampah organik itu dikeringkan dengan cara membuat kanal-kanal di antaranya? Air dari kawasan gambut tersebut pasti akan terkumpul ke dalam kanal, kemudian akan secepat kilat pula mengalir ke tempat yang lebih rendah akibatnya tanah dari tumpukan sampah organik tadi mengering. Jika sudah mengering, ia tak lagi bisa mengikat air (Ia bersifat irreversible). Akibatnya, fungsinya sebagai penyimpan cadangan air menghilang.

Bila air hujan turun, air yang jatuh di kawasan gambut akan segera saja lewat. Mereka tak lagi bisa bersatu. Air itu akan langsung bersatu di sungai. Sungai yang tidak memiliki kapasitas terbatas akan meluapkannya ke seluruh penjuru yang lebih rendah dari tubuhnya. Alhasil banjir di sekitar bantaran sungai terjadi di mana-mana saat musim hujan tiba.

Saat musim kering tiba, sampah organik padat yang memang tak bisa lagi menyatu dengan air ini akan semakin kering dan menjadi bahan bakar bagus bila sekali terpatik api. Sama seperti kalau kita mengumpulkan daun dan ranting-ranting kering serta kayu-kayu lapuk. Jika dibakar segera menyala dan kalau sudah menyala apinya pun menjadi liar. Tidak saja melalap yang dibagian atas, tetapi juga ke kiri dan ke kanan serta ke bahwa. Sama halnya kalau kita membakar serbuk gergaji, apinya akan menyebar kemana-mana. Jalaran apinya kadang juga tidak kelihatan, tapi tahu-tahu semua sudah menghitam tanda terbakar.

Nah, sekarang bayangkan lagi, kalau lapisan sampah organik kering dan padat itu terbakar hingga ketebalan 20 meter (ketebalan gambut dalam)! Pasti kebakarannya sangat hebat dan sangat sulit dipadamkan. Tumpukan sampah organik kering dan padat itu tidak akan berhenti terbakar kalau tidak disiram dengan air yang mampu menggenangi wilayahnya secara keseluruhan. Kalau hanya disiram sedikit, sama halnya dengan memercikkan api di tungku api. Pasti yang kemudian muncul adalah asap tebal. Apipun belum tentu padam. Api bisa saja sudah menjalar ke bagian kanan, kiri, dan bawah yang tidak tersentuh air tadi.

Fenomena itulah yang dihadapi oleh daerah-daerah pemilik kawasan gambut yang telah rusak. Jika musim hujan kebanjiran, jika musim kering dikepung asap akibat kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan terjadi di mana-mana.

Selain itu, persoalan kerusakan gambut, kini tak lagi populer sekedar penyebab banjir dan kebarakan hutan dan lahan serta bencana asap. Tetapi telah bergerak menjadi persoalan dunia, karena kawasan gambut rentan menjadi kawasan penghasil emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim.
Pasalnya kawasan itu memiliki potensi mengemisi karbon dua kali lipat. Pertama, saat ia dikeringkan, kedua saat ia terbakar. Gambut kering dan terbakar ini pulalah yang menempatkan posisi Indonesia menjadi negara nomor tiga di dunia sebagai penghasil emisi.***

Kawasan banjir itu-itu saja, Apa pendapatmu?

Memasuki awal tahun 2010, bencana banjir terjadi dimana-mana. Kawasan yang terkena banjir itu-itu saja. Menurut Anda apakah bencana itu masih mungkin untuk diatasi, jika jawabannya tidak, apakah menurut anda mereka yang tinggal di kawasan banjir sebaiknya pindah saja daripada kebanjiran terus?




Bencana banjir yang terjadi saat ini menurut saya masih bisa diatasi. Caranya dengan 3M+P, yaitu mulai dari sekarang, mulai dari sekarang, mulai dari sekarang dan ditambah dengan (P)rogram yang baik dan terarah untuk mengatasi banjir yang terjadi di negeri ini. Yakinlah banjir akan bisa kita atasi apabila kita mau untuk mengatasinya.
ROBA‘I AHMAD
Mahasiswa FAPERIKA UNRI Pekanbaru

Bencana banjir jika tidak ditanggulangi dengan tepat akan menjadi masalah besar bagi pemerintahan kota. Dalam hal ini saya pernah menangani kasus yang sama. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh untuk penanggulangan banjir yaitu
1. Membuat peta rawan banjir
2. Membuat peta kontur (ketinggian air saat banjir)
3. Membuat peta kawasan pemukiman yang terendam banjir berdasarkan data lapangan, survei masyarakat.
4. Merelokasi penduduk ke tempat yang ditentukan, dengan tidak mengesampingkan kelanjutan kegiatan ekonomi
DHANANG
Dinas pertanahan Indonesia Pekanbaru

Menurut saya banjir dapat diatasi, jika warga didaerah yang terkena banjir mau bekerjasama untuk bergotong royong membersihkan saluran air atau selokan, menanam pohon-pohon untuk menyerap air. Jika tidak ingin pindah sebaiknya warga mendirikan rumah yang tinggi. Dan diperlukan kesadaran warga untuk berbuat hal yang dapat mengatasi segala masalah, juga pemerintah seharusnya membantu rakyat yang kesusahan.
AMALIA JUWENDAH
Kelas 7c SMP Cendana Duri.

Sebenarnya banjir tidak dapat diatasi. Tetapi dicegah. Bukan begitu Pak Wako?? Karena banjir itu datang oleh dua faktor. Pertama, memang kuasa Tuhan, kedua, ulah tangan manusia. Karena manusialah yang melakukan pembuangan dosmetik dan pembuangan limbah.Untuk itu, cara mencegah banjir yang efektif adalah harus menanam pohon. Memang nggak langsung kelihatan manfaatnya. Tapi mau kah sepuluh tahun lagi banjir tetap ada?? Kalo pindah rumah bukan solusi, karena pindah atau ngga tetap aja mereka bakal terkena pajak dari Pemerintah???.
SHELVI MELANI
Mahasiswi UMRI Pekanbaru

Menurut saya tidak perlu memindahkan penduduk. Jika hal itu masih bisa diselesaikan dengan cara lain. Caranya yaitu masyarakat dan pemerintah bergotong royong membersihkan got, parit-parit besar serta saluran air. Dan bagi pemerintahan setempat agar menghimbau warganya untuk sama-sama menjaga kebersihan lingkungan dan tempat tinggalnya.
SULAIMAN
STAI Bengkalis

Menurut saya bencana banjir terjadi dimana-mana. Musibah ini karena kanal-kanal tempat air mengalir tersumbat oleh sampah-sampah yang kemudian ditimbun dengan tanah, di atas tanah inilah dibangun perumahan dan gedung-gedung, hal ini menyebabkan air tidak mengalir. Padahal dulu pada tahun 60-an di kota Pekanbaru tidak pernah terjadi banjir. Jadi buatlah kanal sebesar-besarnya atau bendungan dipinggiran kota sehingga bisa dijadikan tempat aliran air bermuara. Sehingga banjir tidak terjadi lagi di kemudian hari.
TUAR
Pekanbaru

Ya, menurut saya sebaiknya warga yang ada di kawasan banjir itu dipindahkan saja. Jika perlu dikasih cicilan rumah yang ada diperumahan banget.
RAHMAWATI SANUSI
Pekanbaru

Kayaknya sulit deh, soalnya program penanggulangan banjir kan tidak instan. Selain keseriusan oleh pihak yang berwenang, juga dibutuhkan kerjasama dengan masyarakat korban banjir dalam prilaku hidup yang bersih dan peduli lingkungan.
KAHFI
Siak

Menurut saya masih bisa diatasi. Orang-orang yang terkena banjir tidak perlu pindah, karena banjir akibat dari hujan yang terus menerus yang kemudian menjadikan air sungai meluap sebab melebihi daya tampungnya. Ditambah lagi parit-parit dilokasi yang terkena banjir banyak sampah sehingga menyumbat saluran air. Tidak ada kata terlambat kalau kita mau berkerjasama dan bergotong royong untuk mengatasi banjir, Insyaallah kita bisa.
RICO JULIARDI
SMAN 1 Bukit Batu Sungai Pakning

Banjir?, yah benar sekali. Menurut saya masih bisa di atasi namun butuh waktu lama dan semua itu akan terlaksana dengan baik jika masyarakat dan pemerintah bekerjasama. Kalau penduduk di kawasan banjir harus pindah maka pemerintah harus menyediakan tempat pindah bagi mereka, jika tidak mana mungkin bisa pindah. Pertanyaannya, apakah pemerintah sanggup menyediakan tempatnya?
YENNI SARI DEVI
Mahasiswi Hubungan Internasional ’09 UNRI
Jl. Bina Bangsa Panam Pekanbaru


Mungkin kalau setiap warga memiliki kesadaran untuk mengubah situasi menjadi lebih baik lagi. Kapan perlu diberikan denda bagi setiap orang yang membuang sampah sembarangan dan tidak peduli terhadap lingkungan. Itu semua tergantung kesadaran kita, sejauh mana kesadaran kita akan lingkungan. Jika kesadaran ini sudah ada, sangat mungkin segala sesuatu terkondisikan dengan baik. Namun bukan warga saja yang diwajibkan berpartisipasi, aparat-aparat tinggi pemerintahan yang dijadikan teladan juga harus memberikan contoh yang baik.
NI VEREN. N
SMAN 12 Pekanbaru

Menurut saya banjir masih bisa diatasi. Untuk jangka pendek korban banjir dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi atau aman. Sementara untuk jangka waktu panjang, salah satu caranya adalah pemerintah harus turun kelapangan untuk mengatasi masalah ini. Yaitu dengan membuat program penanggulangan banjir.
NURKURNIASARI
1a PAI STAI Bengkalis

Menurut saya, banjir yang selama ini terjadi masih bisa diatasi asalkan pemerintah dan masyarakat bekerjasama dengan tegas dan cepat tanggap untuk menghadapi banjir tahunan. Hal yang bisa dilakukan misalnya tidak menggunduli hutan, tidak membuang sampah ke sungai sebab sungai merupakan jalannya air. Jika itu semua tidak diperhatikan maka banjir akan terjadi setiap tahun. maka dari itu diharapkan partisipasi semua pihak untuk berpikir kedepan bagaimana mengurangi indeks banjir tahunan yang selama ini terjadi.
SIT I MUTHOHAROH
1a PBI STAI Bengkalis

Menurut saya masalah banjir ini sulit diatasi karena banjir bukan hanya karena hujan tetapi juga pengairan yang kurang baik dan sangat sedikitnya daerah resapan air. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah harus merencanakan program yang efektif dan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap musibah ini jangan hanya berteori tetapi buktikan dengan realisasi. Sementara masyarakat yang tinggal di daerah banjir tidak harus banjir tetapi berusahalah mencegah banjir berikutnya datang.
MARATU SOLLEHA
1a PAI STAI Bengkalis

Menurut saya, banjir masih bisa ditanggulangi dengan menghindari buang sampah di saluran air seperti selokan, parit dan sungai. Catatan bagi pemerintah untuk memberikan pengarahan kepada masyarakat akan hal tersebut. Selain itu juga perbaiki saluran air, menggali kembali parit dan sungai yang sudah dangkal.
EDI KURNIAWAN
1a PAI STAI Bengkalis

Menurut pendapat saya bencana banjir bisa diatasi sedini mungkin dengan adanya partisipasi masyarakat melalui cara sederhana yaitu menanggulangi sampah dengan baik dan benar sehingga sampah sehingga sampah tersebut tidak terbuang sembarangan dan mengganggu saluran aliran air. Dan peran pemerintah untuk mewajibkan setiap rumah memiliki sumur resapan air.
HANNA FITRI
Sosiologi FISIP UNRI

Menurut saya bencana banjir masih bisa diatasi hal ini terbukti dengan warga yang menjadi korban masih bisa hidup dan mencari nafkah. Menghadapi banjir kedepannya warga harus berpartisipasi dalam program-program penanggulangan banjir. Mereka yang menjadi korban banjir tidak perlu pindah. Setiap hal pasti ada jalan keluarnya, namun jika memang sulit untuk diatasi maka pemerintah harus turun tangan langsung.
SULASTRI
1a PAI STAI Bengkalis

Menurut saya bencana banjir masih bisa diatasi asal kita mau berusaha untuk merawat lingkungan. Jika korban banjir pindah dari tempat mereka, maka meraka akan tinggal dimana?. Saat ini tidak ada lahan kosong yang layak dihuni untuk mereka.
HELIANI
1a PAI STAI Bengkalis

Menurut pendapat saya, bencana banjir bisa diatasi. Ketika terjadi banjir sebaiknya masyarakat mengungsi ketempat yang lain dulu. Kemudian setelah keadaan membaik warga harus melakukan pencegahan terhadap bencana banjir itu, seperti membersihkan parit, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan selokan didekat rumah mereka, menanam pepohonan yang bisa menahan dan menyerap air. Selain itu warga juga harus meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan serta waspada terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal mereka.
SUCINURAINI
1a PBI


Minggu, 03 Januari 2010

Hijaunya COP 15, Inspirasi Denmark


Hilangkan Tas Souvenir, Ganti Beasiswa

Denmark memastikan diri menjadi negeri inspirasi hijau bagi semua negara di dunia. Hal itu sangat terlihat jelas, saat negara yang terletak di Eropa Utara ini menjadi tuan rumah konvensi perubahan iklim sedunia (UNFCCC) COP 15. Mereka memperkenalkan seribu satu cara mengurangi emisi, sebagai bentuk komitmen mereka melawan perubahan iklim.


Laporan Andi Noviriyanti, Kopenhagen
andinoviriyanti@riaupos.com



Setahun sebelum COP 15, 7-18 Desember dilaksanakan, Denmark sudah mengumumkan diri di Poznan, Polandia, tuan rumah COP 14, bahwa mereka tidak akan menyediakan tas souvenir dan segenap isinya untuk peserta konvensi. Sesuatu hal yang baru dalam dunia konvensi, karena lazimnya setiap COP ataupun pertemuan internasional lainnya, selalu ada souvenir dari tuan rumah.

Misalnya tahun lalu, saat Polandia menjadi tuan rumah COP 14, mereka menyediakan tas souvenir berisi sal, sarung tangan, flash disk, madu, dan berbagai souvenir lainnya bagi para peserta konvensi. Namun, di Denmark, semua itu tidak ada. Alasan mereka, sekitar 80-90 persen dari semua tas dan berbagai souvenir yang diberikan saat konvensi tersebut tidak digunakan. Tas dan souvenir itu menjadi sampah yang akhirnya menjadi penyumbang emisi.

‘’Anda mungkin kecewa, tidak menemukan satupun souvenir dari kami. Kami memutuskan untuk menghilangkan anggaran souvenir dan menggantinya dengan memberikan beasiswa penuh untuk sebelas orang di seluruh dunia untuk mengambil program master di Denmark. Agar nantinya para master ini akan berkontribusi bagi masa depan, khususnya dalam menghadapi perubahan iklim,’’ ungkap Perdana Menteri Denmark H E Lars Lokke Rasmussen memperkenakan kebijakan baru mereka sebagai tuan rumah konvensi.

Lars Lokke menjelaskan, negaranya ingin menjadi inspirasi dunia dalam mengurangi emisi karbon. Itulah sebabnya, dari pada menambah emisi baru, mereka mengalihkan dana souvenir sebesar 4 juta kroner atau setara dengan 800.000 Dolar Amerika menjadi beasiswa.

Foto sebelas penerima beasiswa itu pun dipajang dalam bentuk post card di gedung konvensi, sebagai bukti mereka bersunggu-sunggu mengalihkan dana tersebut untuk kepentingan beasiswa. Sebelas orang yang beruntung mendapatkan beasiswa itu adalah Rafael Tabase (Ghana), Most Sarmin (Banglades), Renate Sales (Brazil), Juan Murcia (Columbia), Denisa Copi (Albania/USA), Malja Bertule (Latvia), Ankit Joshi (India), Ndifor Bache (Cameroun), Hong Ren (China), Koman Habib (Pakistan), dan Joseph Adine (Nigeria).

Tak cukup hanya itu, Denmark juga menjamu peserta konvensi dengan kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Mulai dari peminjaman sepeda, uji coba mengemudi mobil listrik, hingga fasilitas gratis naik kendaraan umum mereka. ‘’Dengan kendaraan umum, bisa mengurangi 85 persen emisi karbon,’’ ungkap Soeren Kjaer dari Green Team Denmark.

Selain menurunkan emisi karbon lewat transportasi, mereka juga memperkenalkan penurunan emisi karbon lewat makanan dan minuman. Mereka tidak menyediakan minuman di dalam botol. Semuanya menggunakan tempat minum yang bisa digunakan ulang.

Cristina Ihlemamn, Green Team Denmark lainnya, menjelaskan bahwa seluruh air keran di Denmark aman untuk dikonsumsi langsung. Bahkan yang berada di kamar mandi sekalipun. ‘’Dengan cara itu, kami bisa mengurangi emisi karbon sebesar 99 persen,” papar wanita berambut pirang ini.

Selain berbagai kebijakan mengurangi emisi di pelaksanaan konvensi itu, Denmark juga memperkenalkan bahwa mereka sebagai negara paling tinggi di dunia yang telah memanfaatkan listrik tenaga angin.***

Prediksi Kebakaran Hutan dan Lahan 2010

Forum Save The Earth

Di tahun 2009, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, di Riau kerap terjadi kebakaran hutan dan lahan? Menurut prediksi Anda, apakah tahun 2010 mendatang Riau masih akan mengalami kebakaran hutan dan lahan? Sebutkan alasannya?



Menurut saya kebakaran hutan akan terjadi lagi di tahun 2010, karena penegakan aturan oleh pihak yang berwenang sangat lemah. Apabila penegakan hukum baik oleh pejabat dan diimbangi dengan sosialisasi yang baik maka akan tidak ada lagi pembakaran hutan. Dan jangan ada para pelaku pembakaran hutan berlindung dengan penegak hukum. Apalagi pelaku pembakaran hutan adalah pihak penegak hukum.
MAHDAN SYARIF
Lembaga Kreatif 415 Pelalawan.

Menurut saya kebakaran hutan dan lahan kosong yang terjadi di wilayah Riau akan semakin bertambah saja. Sebab dilihat dari situasi dan kondisi masyarakatnya yang semakin lama ingin memperluas pembangunan perumahan, gedung-gedung ataupun proyek untuk mengikuti zaman. Dan juga Riau merupakan salah satu wilayah yang sedang berkembang pesat. Serta disebabkan juga masyarakatnya yang belum begitu sadar seberapa pentingnya hutan bagi kehidupan dan tidak tahu akibat dari kerusakan/kebakaran hutan itu. Kemudian pergantian cuaca di wilayah Riau yang begitu panas dan banyak mengandung migas di wilayah Riau.
MEGA MUSTIKA-STIE
Purnagraha Pekanbaru

Masih, malah lebih parah karena prediksi cuaca tahun depan sampai 2012 akan lebih panas dan kering. Harga sawit melambung tinggi karena ekonomi dunia sudah pulih dan bangkit maka akan mendorong pengusaha membuka lahan sawit secara besar-besaran dan cara gampang dan murah membersihkan lahan dengan membakar. Pemerintah dan masyarakat juga tidak serius mencegah kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah selalu tak berkutik menjatuhkan sanksi tegas kepada pengusaha karena dari sekian banyak kasus pembakaran hutan dan lahan belum satupun pelaku kelas kakap yang masuk ke hotel dan restoran gratis. Dari UU sampai Perda tidak pernah dilaksanakan dengan maksimal terutama kepada orang besar. Masyarakat harus bersiap-siap menghadapi bencana ini dengan sedia masker dan obat asma di rumah.
M. ABDUL RAHMAN
Pekanbaru

Prediksi saya kebakaran hutan di Provinsi Riau masih akan terus berlangsung di tahun 2010, karena masih banya orang-orang yang memiliki kepentingan bisnis di dalam masalah kehutanan dan tentunya dengan masih diperluasnya areal perkebunan oleh kaum berduit. Otomatis pembakaran adalah sebuah solusi clearing lahan yang murah dan efektif.
IRWAN SINAGA
Fasilkom Unilak

Menurut saya di tahun 2010 yang akan datang kebakaran hutan masih terjadi karena kebakaran hutan tidak hanya terjadi di musim kemarau, kebakaran hutan juga terjadi karena banyaknya warga atau masyarakat yang membuka lahan untuk perkebunan.
TASMAN
Sorek Dua

Menurut saya itu pasti, karena pemerintahan kita tertutup matanya, terbuka sakunya. Seperti yang kita ketahui program perlindungan hutan sudah dari tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan tetapi nyatanya yang kita lihat hutan, lahan habis terbakar. Yang dikhawatirkan 2011 nanti bukan hutan dan lahan lagi yang terbakar tapi rumah penduduk yang terbakar karena hutannya sudah tidak ada lagi.
ADI
Bengkalis

Menurut prediksi saya pada tahun 2010 bisa saja terjadi kebakaran hutan dan lahan lagi karena semua itu tergantung kepada ulah tangan manusia sendiri. Dilihat dari keadaan sekarang banyak sekali manusia yang melakukan kerusakan hutan untuk kepentingan pribadi. Kita sebagai masyarakat haruslah menjaga hutan kita karena hutan merupakan paru-paru dunia dan bisa mencegah terjadinya banjir serta hutan sebagai tempat berlindung bagi hewan langka. Mari kita berpartisipasi melindungi hutan dan lahan agar ditahun 2010 ini tidak ada pembakaran lagi. Amin.
SULASTRI
1A PAI STAI Bengkalis

Menurut saya kebakaran hutan akan terjadi lagi ditahun 2010 jika pihak yang berwenang tidak bertindak secara tegas sesuai hukum yang berlaku. Pada saat ini saja titik api kebakaran hutan di Provinsi Riau sangat besar. Hal ini karena ulah tangan manusia sendiri. Padahal pemerintah telah mengeluarkan undang-undang bahwa orang yang melakukan pembakaran hutan akan diberi sanksi dan di penjara, nah untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan maka kita sendiri harus menjaga terlebih dahulu hutan tersebut. Setelah itu barulah pemerintah membuat program yang mana ada pengawasan hutan. Bukan UAN saja yang butuh pengawasan, tetapi hutan juga butuh pengawasan dan perawatan.
HELIANI
Jurusan PAI Universitas STAI Bengkalis


Belajar dari Kopenhagen Membuat Kota Tidak Macet


Dorong Penduduk Kota Naik Sepeda

Ada cara jitu di Kopenhagen untuk membuat kotanya tidak macet. Caranya sederhana, mereka mendorong penduduknya menggunakan sepeda. Bahkan lima tahun ke depan (2015) mereka menargetkan 50 persen masyarakatnyanya penggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama.


Laporan Andi Noviriyanti, Kopenhagen andinoviriyanti@riaupos.com


Jalanan di Kopenhagen, Denmark lebar-lebar dan mulus. Namun hebatnya, saat Riau Pos tinggal di kota tersebut, sejak awal hingga pertengahan Desember, tak banyak kendaraan yang melintas di jalanan yang lebar dan mulus itu. Mobil hanya satu-satu, sepeda motor pun hampir tidak pernah kelihatan. Jalanan yang lengang itu lebih banyak diisi dengan orang berjalan kaki atau bersepeda. Alhasil, Anda tidak sekalipun akan bertemu dengan jalanan macet bila berkunjung ke negeri Hans Christian Andersen ini.

Selain memang ditunjang oleh transportasi umum yang sangat memadai, faktor penting dari keberhasilan membuat kota ini tidak macet adalah budaya bersepeda. Budaya bersepeda di kota ini memang sangat kental. Karena hampir tidak ada penduduk di negeri ini yang tidak memiliki sepeda.

Menjadi pemakai sepeda di kota ini juga boleh dibilang istimewa. Selain di beri lintasan khusus yang terpisah dari lintasan kendaraan bermotor, para pengguna sepeda juga bisa membawa naik ke kereta listrik ataupun metro. Selalu ada tempat khusus yang disediakan di bagian kendaraan cepat itu untuk menampung sepeda mereka. Itu artinya Anda bisa pergi ke manapun di negeri tersebut dengan menggunakan sepeda.
Bahkan jika Anda sesekali tidak ingin ribet dengan urusan menenteng sepeda di dalam kereta, Anda bisa memarkirkan sepeda itu di dekat stasiun pemberhentian. Terpenting kunci saja sepeda tersebut di tempat parkirnya, selebihnya boleh dibilang aman.

Setidaknya itulah pengalaman Riau Pos saat diberi pinjaman sepeda oleh panitia konferensi perubahan iklim sedunia (UNFCCC) COP 15 di kota tersebut. Saat itu, Riau Pos yang tidak ingin repot membawa sepeda ke dalam kereta, meninggalkan kereta angin itu di tempat parkir di dekat pemberhentian metro. Benar saja, keesokkan paginya, Riau Pos tetap mendapatkan sepeda itu di tempat yang sama dalam keadaan utuh.

“Yang penting, Anda tahu di mana tempat Anda memarkir sepeda,” ungkap Jan, salah satu petugas peminjaman sepeda saat awal Riau Pos memastikan apakah cukup aman memarkir kendaraan tersebut di tempat parkir sepeda ataupun di pinggir jalan.

Budaya bersepeda, di tempat ini bukan semata-mata didorong oleh budaya bersepeda masyarakatnya. Namun juga karena dorongan fasilitas yang diberikan pemerintahnya. Misalnya membuatkan jalur khusus untuk bersepeda yang terpisah dari kendaraan bermotor. Tempat parkir sepeda aneka bentuk yang terletak di banyak pedestrian.

Tempat parkir sepeda itu juga dilengkapi dengan tempat menambatkan bagian depan ban sepeda, sehingga selain dijadikan tempat mengunci sepeda juga membuat tempat parkir teratur. Sekaligus membuat sepeda tidak akan jatuh bila tersenggol. Mereka juga menyiapkan tempat penitipan sepeda jika seseorang ingin bepergian tanpa sepeda dan yang paling menarik adalah bisa membawa serta sepeda ke dalam kereta listrik atau metro.

Perhatian serius pemerintahan mereka terhadap infrastruktur penunjang penggunaan sepeda memang tidak dibangun dalam waktu sekejap. Mereka telah memulainya dengan anggaran yang jelas untuk infrastuktur dan kenyamanan bersepeda sejak tahun 1982 hingga tahun 2001. Alokasi anggaran baru mulai dikurangi sejak tahun 2001. Meski begitu mereka masih terus akan membangun jalur sepeda dengan konsep ramah lingkungan dengan target pada tahun 2015, setengah dari masyarakat mereka menggunakan sepeda sebagai transportasi utama.

Tak hanya itu, di kota tersebut juga tersedia jasa layanan rental sepeda. Siapa saja bisa meminjam sepeda tersebut dengan memberikan deposit 20 kroner atau sekitar Rp40 ribu. Uang itu tidak serta merta hilang, namun bisa diambil kembali saat mengembalikan sepeda.

Saat Riau Pos meminjam sepeda dari panitia UNFCCC COP 15, Riau Pos hanya mengisi formulir. Mengisi data nama, nomor paspor, alamat tempat tinggal, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Selanjutnya sepeda bisa dipinjam hingga dua hari penuh, namun bisa diperpanjang. Hanya jika sepeda yang dikembalikan rusak, maka siap-siap menggantinya.

Selain upaya yang jitu untuk mengurangi kemacetan, mendorong masyarakatnya bersepeda, menurut Wali Kota Kopenhagen Ritt Bjerregard, saat memberikan kata sambutan pada konferensi perubahan iklim, 7 Desember lalu, adalah bagian dari upaya mereka memerangi perubahan iklim. Sehingga nantinya, pada tahun 2015 nanti mereka bisa berkontribusi menurunkan emisi CO2 sebesar 80.000 ton.

Kota-kota di Indonesia yang ingin keluar dari persoalan macet, tampaknya boleh meniru kota di Eropa Utara tersebut. Syaratnya tentu saja, mulai sekarang membangun infrastruktur dan kondisi yang nyaman bagi masyarakatnya untuk bersepeda.***