This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 19 September 2010

Apa Dampak Pemanasan Global yang Paling Anda Rasakan?

Menurut Anda apa dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang paling Anda rasakan saat ini di sekeliling Anda? Dan adakah upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah, kelompok masyarakat, maupun individu-individu disekitar Anda untuk mencegah terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim tersebut?


PERUBAHAN yang signifikan dirasakan naiknya suhu permukaan bumi, iklim tidak stabil, karena hutan sebagai paru-paru bumi tidak mampu lagi menyerap emisi karbon. Banyak contoh upaya yang bisa dilakukan salah satunya dengan perencanaan design tata ruang kota memperbanyak kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Karena sekian persen emisi karbon berasal dari kendaraan bermotor. Kemudian pengerusakan hutan yang merupakan ancaman besar harus segera dituntaskan dengan upaya melakukan colaboratif responsbility action, antara pemerintah, masyarakat, swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
ARI ROSADI
Pelalawan

Banyak dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global dan perubahan iklim. Cuaca yang tidak bersahabat dan kurang menentu, seperti yang terjadi di daerah saya Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Kadang sehari hujan, kadang juga panas, membuat masyarakat sekitar resah. Setiap tahun di daerah saya ini, saat memasuki musim penghujan mengalami musibah banjir dan tanah longsor di jalan-jalan trans kabupaten. Hal ini disebabkan juga oleh penambangan batubara di daerah ini yang kurang memperhatikan lingkungan. Misalnya penebangan hutan untuk lokasi penambangan baru. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah seperti penanaman pohon di sekitar kantor pemerintahan. Pemerintah juga mengimbau kepada masyarakat dan pihak penambang agar peduli terhadap lingkungan dan adanya sosialisasi ataupun pelatihan-pelatihan yang dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global ini. Dari individu sendiri yaitu bagaimana di lingkungan keluarga kita mampu menghemat penggunaan listrik dan air. inilah upaya yang harus dilakukan sejak dini agar tidak berdampak yang lebih besar dimasa-masa mendatang.
ANDI MUH FAUZAN RAZAK
Jalan Apt Pranoto No 01 Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur

Dampak yang dirasakan akibat pemanasan global dan perubahan iklim yang pastinya suhu udara meningkat semakin tinggi. Untuk mencegah itu semua, saya dan teman-teman yang peduli lingkungan di kampus, selalu jalan kaki ke kampus. Terutama bagi yang rumah atau kos-kosannya dekat kampus. Kami juga mengganti penggunaan tisu dengan saputangan.
HANNA OLGA
Mahasiswa Universitas Riau

Dampak pemanasan global yang dirasakan, dunia semakin panas. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah diantaranya adalah melakukan penanaman 1.000 pohon oleh Dinas Kehutanan.
SYAFRIZAL
Pekanbaru

Dampak panas yang semakin terasa meningkat merupakan bagian dari global warming yang kita sangat kita rasakan. Upaya yang harus kita lakukan menurut saya, mulai dari diri sendiri. Kita harus menyadarkan masyarakat untuk menanam pohon di setiap rumah demi mengurangi pemanasan global dengan cara mensosialisasi untuk kembali menghijaukan lingkungan kita.
HARIS ZIKRI
Pekanbaru



Satu Rumah, Satu Pohon Mangga



Panas sangat menyengat ketika GSJ diajak berkeliling di kawasan perumahan Asta Karya, Rabu(1/8). Perumahan yang dibangun tepat di belakang kampus UIN Suska Riau tersebut banyak yang sudah rampung dikerjakan. Beberapa sudah diakad (diserahterimakan -red) dengan pemiliknya. Ada yang unik di depan setiap bangunan rumah yang telah diakad, yaitu kehadiran pohon mangga dan sejenis pohon kayu putih tumbuh subur di setiap pekarangan.Pohon mangga dan kayu putih tersebut merupakan hadiah khusus dari pengelola untuk para pembeli.

“Kami sengaja memberikan setiap rumah satu pohon bagi setiap bangunan yang sudah diakad, karena belajar dari pengalaman dulu kami menanam sebatang pohon di setiap rumah yang dibangun, tapi ternyata setelah rumah itu diakad, tidak ada tanggung jawab pemiliknya lagi,” papar A Tambi, dari PT Asta Karya sekaligus wakil ketua bidang Rumah Sederhana Sehat (RSS) Real Estate Indonesia (REI).

Mangga yang dipersiapkan untuk ditanam di perumahan Asta Karya sebanyak 333 batang sesuai dengan jumlah rumah yang akan didirikan di kawasan tersebut.
Mangga yang ditanam adalah jenis mangga thailand, hal ini Menurut Tambi, mangga thailand lebih cepat berbuah dan ukuran pohonnya tidak terlalu besar sehingga cocok untuk di tanam di pekarangan rumah jenis RSS atau tipe 36.

“Kami ingin menerapkan konsep green, sehingga kami menanam satu batang pohon di setiap pekarangan rumah,” lanjut Tambi, menjelaskan tujuan penanaman mangga tersebut.

Selain penanaman pohon mangga, kawasan jalan di sekitar perumahan Asta Karya, hampir semuanya disemenisasi. Menurut Tantawi, sekretaris bidang perumahan menengah keatas REI, PT Asta Karya sebenarnya ingin menerapkan grass block atau paving yang dikombinasikan dengan rumput, namun kondisi tanah nya yang sering becek ketika hujan tidak memungkinkan untuk dibuat grass block.(Asrul Rahmawati)

20 Juta Orang Selamat dari Kanker Kulit

Aksi Perlindungan Lapisan Ozon Sukses




Jika saja Protokol Montreal tak ditandatangi dan dijalankan maka pada tahun 2050 lebih dari 20 juta orang akan terkena kanker kulit dan lebih 130 juta orang terkena katarak mata. Namun syukurlah, United Nations Environment Programme (UNEP) mengumumkan di hari Peringatan Hari Ozon Internasional, 16 September tahun 2010, aksi perlindungan lapisan ozon sukses.

Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Achim Steiner, Direktur Eksekutif UNEP di Peringatan Hari Ozon, diperingatan Hari Ozon Internasional, menyatakan berdasarkan laporan yang dimiliki UNEP, aksi perlindungan ozon tak hanya sukses. Tetapi juga memberikan sejumlah keuntungan ganda. Baik dalam keuntungan ekonomi, memerangi perubahan iklim hingga kesehatan masyarakat.

“Tanpa protokol Montreal dan Konvensi Wina, bahan perusak ozon bisa meningkat sepuluh kali lipat. Bila ini terjadi maka akan menyebabkan lebih 20 juta kasus kanker kulit dan lebih 130 juta banyak kasuk katarak mata. Belum lagi, kerusakan sistem kekebalan tubuh manusia, satwa liar dan pertanian,” ujarnya dalam rilis resmi UNEP yang dilangsir di situsnya.

Meskipun dibilang sukses, namun patut diketahui sukses dalam konteks ini menurut UNEP lubang lapisan ozon tetap atau tidak bertambah. Oleh karena itu menurut Sekretaris Jenderal The Meteorological Organization (WMO) Michel Jarraud pemantauan atmosfer jangka panjang dan penelitian harus terus dilakukan.

“Kegiatan manusia akan terus mengubah komposisi atmosfer. Oleh karena itu penting terus dilakukan pemantauan, penelitian, dan kegiatan penilaian. Semua itu untuk menyediakan data ilmiah yang diperlukan untuk memahami dan akhirnya mempredisi perubahan lingkungan pada skala regional dan global,” kata Jarraud.

Jarraud selanjutnya menyebutkan pula bahwa Protokol Montreal adalah sebuah contoh luar biasa dari kolaborasi antara ilmuwan dan pengambil keputusan yang telah menghasilkan sukses mitigasi ancaman lingkungan dan sosial yang serius.

Hanya saja yang saat ini menjadi tantangan adalah karena beberapa zat pengganti bahan perusak ozon, tersebut diketahui sebagai gas rumah kaca. Misalnya penggantian chlorofluorocarbon (CFC) menjadi hydrochlorofluorocarbons (HCFC) dan hidrofluorokarbon (HFC). Banyak dari HCFC dan HFC itu merupakan gas rumah kaca yang kuat.

UNEP menyebutkan total emisi HCFC diproyeksikan untuk mulai turun dalam dekade mendatang karena tindakan yang disepakati dalam Protokol Montreal pada tahun 2007. Tapi mereka saat ini justru meningkat lebih cepat dari empat tahun lalu. Yang paling banyak HCFC-22, meningkat lebih dari 50 persen lebih cepat pada tahun 2007-2008 dibandingkan 2003-2004. Sementara itu, kelimpahan dan emisi HFC meningkat sekitar delapan persen per tahun. Meskipun zat ini tidak memiliki dampak pada lapisan ozon, namun potensinya lebih dari 14.000 kali kuat sebagai gas rumah kaca daripada CO2.
Menurut Achim, hal itu merupakan tantangan yang harus dihadapi dan ditanggulangi. Apalagi UNEP baru-baru ini menyimpulkan bahwa komitmen dan janji terkait Accord Kopenhagen tidak mungkin menjaga kenaikan suhu global di bawah 2oC pada tahun 2050. Oleh karena itulah sangat penting dilakukan upaya untuk menjembataninya agar target 2oC dapat dipenuhi.

Peringatan Hari Ozon Internasional dilaksanakan setiap tanggal 16 September karena merupakan hari ditandatanganinya Protokol Montreal pada tahun 1987. Protokol Montreal merupakan kerjasama internasional untuk mengendalikan produksi dan konsumsi Bahan Perusak Ozon (BPO). Protokol Montreal merupakan salah satu perjanjian internasional di bidang lingkungan yang bersifat universal karena telah diratifikasi oleh seluruh negara di dunia (196 negara) dan implementasinya yang menerapkan prinsip “common but differentiated responsibility” dinilai paling berhasil dengan adanya komitmen penuh dari negara maju maupun negara berkembang.***


Senin, 06 September 2010

Menyelamatkan Areal Konservasi di Tengah Ketidakpastian


Areal konservasi itu adalah benteng terakhir sebagai penyangga kehidupan. Namun sayangnya, ia hanya jelas di atas kertas. Sementara di lapangan ia terlihat samar-samar, antara ada dan tiada. Karena tak bertanda apalagi berpagar. Jadilah ia areal yang rawan untuk dirambah dan menjadi pemicu konflik yang tak berkesudahan.

Laporan Buddy Syafwan dan Andi Noviriyanti, Pekanbaru redaksi@riaupos.com


DINGINNYA semburan Air Conditioner (AC), Kamis (2/9) sore, di Hotel Ibis Pekanbaru, tak mampu membendung keluarnya unek-unek para praktisi kehutanan di Riau. Mereka beramai-ramai memprotes pemerintah pusat. Gara-gara, tak jelasnya tata batas kehutanan. Tidak saja tata batas hutan konservasi tetapi juga hutan produksi.
Unek-unek ini diawali oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf. Pria ini menyebutkan bahwa saat ini banyak permasalahan yang muncul dalam pengelolaan hutan dikarenakan tidak jelasnya status lahan dan kewenangan. Hanya saja, ketika muncul permasalahan, limpahannya kembali kepada daerah.

‘’Kadang kita juga perlu meluruskan, ketika pemerintah menerbitkan izin seluas 1,7 hektare untuk industri kehutanan, kita tak terlibat. Tapi, ketika ada permasalahan yang berkaitan dengan aktivitas di lapangan, itu dianggap sebagai syahwat dari otonomi daerah, ini bagaimana?’’ tanya Zulkifli mencoba membuka forum diskusi pada Seminar Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem bersempena Hari Konservasi.
Uniknya lagi, jelas Zulkifli, pemerintah membuat penetapan tanpa memantau lebih jauh kondisi riil yang ada di lapangan. ‘’Ada lahan Hutan Tanaman Industri yang sudah puluhan tahun berdiri tapi tak pernah ditata batas. Ketika muncul masalah, siapa yang akan menyelesaikan,’’ papar dia dengan intonasi lebih keras.

Ungkapan Kadishut Zulkifli Yusuf ini pada dasarnya memang menjadi satu catatan tersendiri dari lemahnya sistem pengawasan terhadap sektor kehutanan dewasa ini. Mengapa demikian, karena memang pada faktanya, banyak permasalahan dan konflik kehutanan muncul dikarenakan tidak jelasnya tata batas kawasan hutan tersebut. ‘’Di atas kertas benar ada, tapi, fakta dan realitanya bagaimana?’’ gugah dia.
Pemerintah memang membuat penetapan terhadap luas kawasan, namun, belum tentu penetapan tersebut sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dan biasanya nyaris tak terpantau. Ibarat sebuah rumah, ada batas yang jelas tentang kepemilikan yang dikuatkan dengan pagar atau tanda tertentu.

Itulah yang disebutkan Kepala Dinas Kehutanan Bengkalis, Ismail saat menjelaskan beberapa konflik pengelolaan kawasan hutan di wilayahnya. Sebut saja, kawasan Suaka Marga Satwa (SM) Balai Raja yang kini menjadi puluhan perkampungan dan dihuni oleh puluhan bahkan ratusan ribu warga.

‘’Kira-kira yang benar mana, kampung menjarah hutan, atau hutan yang menjarah kampung?’’ lontar Ismail mencoba merunut akar permasalahan di area konservasi gajah tersebut.

“Bila memang pemerintah mengatakan itu kawasan suaka, kapan pemerintah membuat batasnya? Menentukan satu titik ini pintu masuk dan itu pintu masuk lainnya, sehingga jelas areal itu di mata masyarakat,” ujarnya lagi.

Selama ini, pemerintah tidak membuat hal tersebut, sehingga, sulit untuk mencari mana yang harus dibenarkan dalam menuntaskan masalah tersebut.

Begitupun, dijelaskan Ismail, dia bukan hendak menyebutkan kondisi yang terjadi dewasa ini sebagai sebuah kebenaran. ‘’Kalau memang salah, kita harus pindahkan juga masyarakat dari kawasan itu. Walaupun saat ini kondisinya sudah tidak hutan lagi,’’ sebut dia.

Yang pasti, menurut dia, harusnya, semenjak awal, pemerintah sudah membuat rambu berupa tata batas yang jelas untuk kawasan yang dilindungi tersebut, sehingga, tidak menimbulkan konflik berkepanjangan. ‘’Kalau seperti sekarang ini, manusia mati, ribut juga, tapi hanya dilingkungan masyarakat saja. Tapi kalau gajah mati, ributnya bisa sampai ke luar negeri. Kita mau menjelaskan yang mana?’’ singgung Ismail lagi.

Apa yang disebutkan Ismail tersebut, baru sebagian kecil dari permasalahan kawasan hutan konservasi yang terjadi di Riau. Hal tersebut setidaknya juga diungkapkan Kepala UPT Tahura Sultan Syarif Kasim, Makmun Murod.

Ketika dihadapkan dengan permasalahan lahan dan kawasan hutan yang menjadi penyangga paru-paru Pekanbaru tersebut dipermasalahkan oleh non governmental organization (NGO) soal luas lahannya, pengelola bahkan tak bisa menunjukkan batas yang jelas. ‘’Sampai saat ini kami masih dipolemikkan oleh NGO karena dianggap tidak tegas soal batas kawasan hutan. Idealnya memang ditetapkan dan ditata kembali sesuai dengan ketentuannya agar tidak menimbulkan permasalahan dan ada ketegasan atas kawasan hutan ini,’’ ucap Murod.

Berdasarkan data Departemen Kehutanan, Riau memiliki tiga belas kawasan konservasi. Terdiri dari tujuh suaka margasatwa, dua cagar alam, satu taman wisata alam, dan dua taman nasional. Suaka margasatwa tersebut adalah Tasik Besar – Tasik Metas, Tasik Serkap – Tasik Sarang Burung, Kerumutan, Danau Pulau Besar/ Danau Bawah, Bukit Batu, Giam Siak Kecil, Balai Raja, dan Pusat Latihan Gajah Riau. Sementara dua cagar alam yakni Pulau Berkey, Bukit Bungkuk. Selanjutnya satu Taman Wisata Alam yakni Sungai Dumai dan dua taman nasional yakni Bukit Tiga Puluh dan Tesso Nilo.

Tiga belas kawasan konservasi itu sebagian hanya tinggal nama, seperti Pusat Latihan Gajah Riau. Sementara lainnya secara rill luasnya telah jauh berkurang bahkan nyaris hilang. Contohnya Suaka Margasatwa Balai Raja yang kini hanya tinggal 10 persen dari luasnya yang ditetapkan 18 ribu hektare.

Itulah sebabnya penatatabatasan menjadi poin penting agar kawasan konservasi yang tersisa di Riau bisa diselamatkan. Tanpa itu, tak mungkin rasanya menyelamatkan areal konservasi di tengah ketidakpastiannya.(ndi)