Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Sabtu, 07 Februari 2009

Puspa dan Satwa Indonesia yang Diambang Kepunahan

Indonesia pernah diakui sebagai pemilik mega biodiversity. Memiliki sekitar 15 persen dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada di dunia. Di antaranya berupa 7000 jenis tanaman obat, 450 jenis tanaman buah, 250 jenis sayuran, 70 jenis bumbu dan rempah serta 1000 jenis tanaman hias.

Di dunia, bila dilihat dari jumlah mamalia, Indonesia ditempatkan pada nomor urut dua setelah brazil. Karena memiliki sekitar 12 persen mamalia (515 spesies). Sementara jika dilihat dari jumlah reptilia dan primata, Indonesia ditempatkan pada nomor urut empat. Memiliki sekitar 16 persen reptilia (781 spesies) dan 35 spesies primata. Selain itu, 17 persen dari total spesies burung (1592 spesies) dan 270 spesies amfibi masing-masing menempatkan Indonesia pada posisi kelima dan keenam di dunia.
Namun kebanggaan sebagai negara biodiversity itu bisa jadi suatu saat akan hilang. Pasalnya Ir Rachmat Witoelar, 5 Nopember 2008 lalu, pada saat peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional 2008, di Jakarta, mengumumkan bahwa saat ini 701 spesies fauna terancam punah. Selanjutnya 84 persen primata Indonesia juga dalam kategori terancam punah. Itu semua sebagai akibat dari tingginya deforestasi.
Dari data Departemen Kehutanan memperkirakan kerusakan hutan Indonesia mencapai 2,83 juta hektar per tahun dan tutupan hutan hanya sekitar 94 juta hektar. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh FAO, pada tahun 2005 tutupan hutan Indonesia hanya sekitar 88,5 juta hektar atau sekitar 48,8 persen dari total luas lahan dan 46,5 persen dari total luas wilayah Indonesia.
Kondisi itu diperparah lagi dengan isu perubahan iklim. Para ahli dalam IPCC (International Panel on Climate Change) bulan April 2007 menyebutkan bahwa dampak kerentanan dan adaptasi akibat perubahan iklim telah menyebabkan sekitar 20-30 persen tumbuhan dan hewan akan meningkat risiko kepunahannya jika kenaikan temperatur global rata-rata di atas 1,5 – 2,5 oC.
Dengan kondisi seperti itu, Rachmat Witoelar mengajak semua pihak, baik pemerintah, swasta, daerah, dan masyarakat untuk makin peduli terhadap lingkungan. Menurutnya, menyelamatkan puspa dan satwa adalah tanggungjawab bersama. (ndi)

Diterbitkan di Riau Pos, 9 Nopember 2008

0 komentar: