Dari KSLH hingga Toyota Eco Youth
Minggu, 06 April 2008 (Riau Pos)
Ketika yang tua-tua sulit untuk diberikan pemahaman tentang pentingnya pelestarian lingkungan hidup, maka tak ada jalan lain pemahaman itu harus dilakukan lewat generasi baru. Generasi itu bernama generasi hijau.
Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru novi792000@yahoo.comAlamat e-mail ini dilindungi dari spambot, anda harus memampukan JavaScript untuk melihatnya
Dengan menenteng sebuah gitar, empat orang pemuda mendatangi sekolah-sekolah di Kecamatan Bengkalis dan Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis. Kedatangan keempat pemuda itu, bukan hendak mengamen apalagi membuat konser pertunjukkan. Tetapi mereka hendak memetikkan gitar sambil mengalunkan sebuah lagu tentang generasi hijau untuk menarik perhatian para siswa sekolah yang mereka kunjungi. Agar para siswa yang masih muda itu mau duduk di kelas dan belajar tentang pendidikan lingkungan.
Begitulah taktik mendekati para siswa yang dilakukan oleh Defitri Akbar, Khairul Saleh, Muhammad Husni Lebra, dan Syafrizal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bahterah Melayu. Menurut Defitri, mereka sengaja memilih cara itu. Pasalnya kalau mereka mendekati para siswa sekolah dengan cara konvensional, hanya memberikan teori dan pelajaran di dalam kelas tanpa ada unsur bermainnya, kelas yang mereka masuki bisa-bisa ditinggalkan para siswanya.
Aktivitas memberikan pendidikan lingkungan yang dilaksanakan LSM ini sudah berlangsung sejak tahun 2007 lalu. Sejak para kepala sekolah di tempat itu memberikan mereka waktu setiap Hari Sabtu untuk memberikan pendidikan lingkungan lewat kegiatan ekstrakurikuler. Untuk mempermudah gerakan mereka yang tidak bisa setiap hari Sabtu hadir ke semua sekolah, karena hanya memiliki tenaga empat orang, LSM ini pun membentuk Kelompok Studi Lingkungan Hidup (KSLH, baca: kasela) di masing-masing sekolah tersebut.
KSLH yang terdiri dari para siswa itulah yang kemudian membuat program kerja tentang gerakan peduli lingkungan di masing-masing sekolah. Gerakan menanam pohon, menjaga kebersihan sekolah, dan aksi nyata terhadap kepedulian lingkungan menjadi tumbuh dengan sendirinya. Terlebih saat mereka diberikan kesempatan untuk mengunjungi Pusat Studi Ekosistem Mangrove Kabupaten Bengkalis di Desa Teluk Pambang, Kecamatan Bantan, yang juga dibangun oleh LSM ini.
Lewat perjalan ke lokasi pusat studi mangrove itulah, para siswa jadi mengenal tentang fungsi ekosistem mangrove. Terutama untuk menjaga bibir pantai mereka tidak terkena abrasi dan jatuh ke laut. Mereka juga mulai mengenal pembicaraan tentang pemanasan global, dimana dampaknya yang bisa menyebabkan naiknya permukaan air laut dan akhirnya bisa membuat pulau tempat mereka tinggal tenggelam.
Memberikan pemahaman tentang lingkungan, ternyata tidak saja bisa dilakukan melaui kegiatan belajar di kelas maupun kunjungan ke lapangan. LSM ini juga menemukan peningkatan pemahaman terhadap lingkungan melalui kegiatan lomba kreativitas. Para siswa di Bengkalis dengan antusias mengikuti Lomba Kreativitas Generasi Hijau.
Meski Riau Pos hanya bisa menyaksikan lomba kreativitas itu lewat video amatir, karena berlangsung tahun lalu, namun terlihat dengan jelas ditayangan itu bagaimana para siswa ini dengan berbagai kemampuan dan bakatnya mengkampanyekan lingkungan. Para siswa ada yang mendendangkan lagu dengan petikan gitar yang mengajak agar para generasi muda menghijaukan bumi. Ada lantunan bait-bait pantun dan puisi, agar manusia berhenti merusak alam. Ada pidato tentang pentingnya konservasi dan dampak buruk dari kegiatan pembalakan liar. Ada penampilan teater para siswa yang bercerita tentang nasib-nasib kayu yang ditebang. Ada juga para siswa yang menggambar tentang indahnya alam bila dijaga lewat lukisan yang mereka gores.
***
Bila di Bengkalis cara menyiapkan generasi hijau melalui kegigihan LSM Bahtera Melayu, di Pekanbaru kegiatan menyiapkan generasi hijau secara tidak langsung tumbuh dari kegiatan perlombaan bernama Toyota Eco Youth.
Setidaknya itulah pengakuan Geby Rhevia dan Wahri Wibowo, dua dari enam siswa yang termasuk duta lingkungan Toyota Eco Youth dari SMA Negeri 8 Pekanbaru. Pemenang peringkat dua tingkat nasional dari Toyota Eco Youth ini menyebutkan keterlibatan mereka sebagai duta lingkungan dimulai dengan cara tidak sengaja.
Mereka sebenarnya adalah para siswa yang aktif di kegiatan Karya Ilmiah Remaja (KIR) sekolah dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan kegiatan peduli lingkungan. Tetapi karena perlombaan Toyota Eco Youth seleksi awalnya dimulai melalui karya ilmiah, maka para siswa inipun dilibatkan oleh guru pembimbingnya. Mereka diminta menyiapkan karya ilmiah tentang bagaimana mengelolah sampah di sekolah mereka.
Dari situlah mereka berkenalan dengan berbagai persoalan sampah dan bagaimana mengelolahnya. Dari situ pula muncul karya ilmiah berjudul Pengelolaan Limbah Terpadu untuk Pembuatan Laboratorium Alam. Karya ilmiah itu pun akhirnya mengantar mereka mengelolah lahan tempat pembuangan sampah di belakang sekolah mereka menjadi laboratorium alam. Di kawasan seluas 0,5 hektar yang di dominasi sampah plastik itu pun mereka benahi agar bisa ditanami.
Disibukkan kegiatan itu, membuat mereka menghabiskan hari-harinya di halaman belakang sekolah, tempat areal yang mereka olah. Termasuk harus melewatkan liburan semester. Meskipun mereka memiliki semangat membara dan telah bekerja sangat keras, akhirnya mereka mengakui tidak mudah melaksanakan teori-teori yang mereka tulis dalam karya ilmiah. Merekapun meminta bantuan dari para siswa lainnya yang mereka lihat sering nongkrong di sekolah meskipun kegiatan belajar sudah usai. Teman-teman tambahan dan juga dukungan dari para guru, membuat program itu berlanjut hingga menghasilkan kebun tanaman obat, kebun jagung, rumah pembibitan, tempat pengelolaan sampah kering dan basah. Mereka juga berhasil melakukan kegiatan pengelolaan sampah, diantaranya memanfaatkan sampah kertas yang banyak dihasilkan di sekolah mereka menjadi berbagai cendera mata. Sampah botol plastik air mineral pun mereka ubah menjadi tas tentengan yang sangat unik.
Malah akhirnya mereka mampu mendorong suatu ekstrakurikuler baru bernama Ecological Youth Environmental Source (EYES). Kini, menurut Geby, sedikitnya ada 25 anggota aktif yang siap melanjutkan kegiatan pengelolaan sampah di sekolah mereka.
***
Meski berbeda cara namun kegiatan menyiapkan generasi hijau secara tidak langsung telah dilakukan LSM Bahtera Melayu dan juga PT Toyota Astra Motor. Kedua institusi ini menyadari pembinaan lingkungan pada generasi muda jauh lebih ampuh dari pada melakukan pembinaan kepada generasi tua.
Setidaknya, LSM Bahtera Melayu berkaca pada pengalamannya selama tujuh tahun melakukan pembinaan kepada kelompok masyarakat. “Kalau yang tua-tua hanya sedikit yang bisa masuk. Tetapi kalau sama yang muda-muda ini, mereka lebih tanggap dan gampang membangun kesadaran lingkungan. Disamping itu dengan pemahaman yang baik mereka juga bisa ikut memberitahu kepaa orang tua mereka. Kalau mereka yang menyampaikan, orang tuakan jadi malu sendiri kalau ketahuan masih merusak lingkungan,” ungkap Defitri sambil tertawa kecil menyebutkan perubahan pola pembinaan yang mereka lakukan.
Menurut Defitri, generasi yang telah melakukan pengrusakan terhadap lingkungan hampir mustahil untuk dikembalikan membenahi lingkungan yang mereka rusak. Untuk itulah perlu generasi baru yang perlu dibina sedini mungkin, agar kelak saat mereka menjadi kepala daerah, menjadi anggota legislatif, atau memimpin berbagai organisasi, mereka telah memiliki bekal kepedulian terhadap lingkungan.
Sementara itu menruut Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Bengkalis M Nasir, Pendidikan lingkungan pada generasi muda memang sangat diperlukan. Untuk itu saat pertama kali LSM Bahtera Melayu menawarkan diri untuk memberikan pendidikan lingkungan dia sangat mendukung sekali. Terlebih lagi, di sekolahnya kegiatan peduli terhadap lingkungan telah dimulai.
“Dulu sekolah tempat saya ini boleh dibilang tandus. Tetapi sekarang sudah tidak adapun satu tempat yang tidak hijau. Apalagi sekarang setelah ada pembinaan siswa tentang lingkungan, sekolah kami jadi tambah hijau. Saya melihat cukup banyak perubahan perilaku siswa. Jika dulu masih ada yang usil mengganggu tanaman, sekarang tak ada lagi,” ungkap Nasir yang sudah enam tahun ini memimpin sekolah tersebut.
Pendidikan lingkungan bagi para siswa ternyata memang telah mengubah pola pikir mereka. Setidaknya itulah yang terucap dari Oriyana, Wakil Ketua KSLH SMP 3 Bengkalis, Geby dan Wahri dari SMA 8 Pekanbaru. Menurut mereka kegiatan lingkungan itu telah menambah pengetahuan mereka tentang lingkungan. Peningkatan ilmu pengetahuan itu sekaligus juga membuat mereka lebih peduli terhadap lingkungan.***
0 komentar:
Posting Komentar