Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 17 Januari 2010

Menumpang Gaharu di Tanaman Sawit


Anda pasti sering mendengar istilah tumpangsari? Yakni salah satu sistem pertanian yang memadukan beberapa jenis tanaman dalam satu areal untuk mengefektifkan pemanfaatan lahan dan mendapatkan hasil panen yang berlipat ganda. Ternyata sistem itu juga bisa dimanfaatkan di perkebunan sawit. Salah satu diantaranya dengan menumpangkan tanaman gaharu di antara sawit. Dengan begitu petani tak hanya dapat buah sawit tetapi juga mendapat rupiah dari gaharu serta yang terpenting ikut menyelamatkan lingkungan.



Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Program itulah yang coba dikembangkan oleh Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat (BPHPS) Kuok, Kabupaten Kampar. Institusi penelitian dan pengembangan tanaman hutan milik Departemen Kehutanan ini menerapkan metode penanaman gaharu di antara sawit sejak tahn 2006 lalu.

Menurut Syahrul Donie, Kepala BPHPS Kuok Kabupaten Kampar, program itu dilatarbelakangi fenomena masyarakat yang beramai-ramai menanam sawit karena nilai ekonomis yang menggiurkan. Namun di sisi lain penanaman sawit yang terlalu banyak terutama di daerah hulu sungai, berdampak tidak baik terhadap lingkungan. Penanam sawit dapat mereduksi air di daerah aliran sungai (DAS) yang dapat memicu terjadinya kekeringan dan juga banjir pada musim penghujan.

Untuk menjembatani persoalan itulah, menurut Syahrul, makanya mereka mendorong dan mensosialisasikan penanaman gaharu di antara sawit. Keberadaan gaharu di antara sawit, selain dalam konteks perbaikan lingkungan karena gaharu berkontribusi dalam permbaikan dan pembaharuan cadangan air dalam tanah, juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pasalnya selain mendapatkan sawit, masyarakat juga bisa memanen gaharu yang juga bernilai ekonomis tinggi.

Gaharu merupakan hasil hutan non kayu yang terdiri dari gumpalan padat kecoklatan dan berbau harum. Gaharu mempunyai bermacam khasiat selain sebagai nutfah juga dimanfaatkan untuk bahan dasar pembuatan parfum, kosmetik hingga bahan dasar pengobatan penyakit.

BPHPS mengujicobakan program ini atau disebut dengan areal model Gaharu di antara Sawit di Desa Kembangdamai, Kecamatan Pagaran Tapah Darusalam, Kabupaten Rokan Hulu. BPHPS membuktikan tanaman gaharu yang telah mereka bibitkan di BPHPS dapat ditanam bersandingan dengan kelapa sawit dan tidak mengganggu pertumbuhan kedua tanaman tersebut. Itu terbukti dari pertumbuhan sawit yang cukup baik setelah penyisipan gaharu dan pertumbuhan gaharu juga menunjukkan perkembangan yang baik di areal tersebut.

Syahrul Donie juga menjelaskan bahwa perawatan tanaman gaharu di antara sawit tidak memerlukan teknik khusus. Bahkan, tambahnya, limbah dari pohon sawit bisa dijadikan pupuk bagi tanaman gaharu dan sawit sendiri. Yakni dengan memanfaatkan limbah pelepah sawit menjadi arang yang dijadikan pupuk sawit maupun gaharu.

“Pada areal tanah yang dikembangkan untuk sawit ini, memiliki PH asam dan kesuburan rendah. Untuk mengatasinya, kami melakukan percobaan agar pertumbuhan gaharu dan sawit bisa terus membaik. Kami menjadikan limbah arang pelepah sawit sebagai pupuk untuk sawit dan gaharu, dengan kapasitas enam kilogram arang per batang gaharu. Hasilnya cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan indikator pertumbuhan gaharu yang semakin baik dan kenaikan pH tanah dari yang tadinya 3-4 menjadi 5-6,” papar Syahrul.

Edi Nurohman, tenaga teknisi BPHPS, lebih lanjut menjelaskan proses percobaan mereka di Desa Kembangdamai tersebut. Lahan sepuluh hektar yang berisi kebun sawit itu, menurutnya, dibagi dalam tiga kelompok. Masing-masing bagian dibuat konsep pelakuan jarak tanam. Bagian pertama terdiri dari 4 Ha dengan jarak tanam antara gaharu dan sawit sejauh 2 meter. Bagian kedua seluas 4 Ha, jarak tanamnya dibuat 3 meter, dan pada area ketiga, sisanya ditanami dengan jarak 2-3 meter.

Pelakuan jarak tanam dan pemberian pupuk arang pelepah kelapa sawit, menurut Edi, membuktikan dapat memberi efek yang sangat baik pada tanaman Gaharu. Hal itu, katanya, terlihat dari pertambahan tinggi gaharu yang berumur 30 bulan atau 2,5 tahun dari enam bulan masa pemberian limbah arang pelepah sawit. Tanaman gaharu mengalami pertumbuhan hingga 70 persen sementara pertambahan diameter batang tanaman gaharu dengan umur yang sama bisa mencapai 72,20 persen.

Perawatan gaharu di antara sawit, tambah Edi, bisa dilakukan secara bersamaan. Edi menyebutkan gaharu tidak memerlukan cara perawatan khusus. Hanya saja membutuhkan kehati-hatian petani ketika membersihkan pelepah Sawit agar pohon gaharu yang ada dibawahnya tidak rusak tertimpa pelepah. Selain itu kebersihan gaharu dari rumput liat di sekitarnya juga perlu diperhatikan.

BPHPS berharap upaya mereka membangun areal model gaharu di antara sawit di Desa Kembangdamai, Kecamatan Pagaran Tapah Darusasalam, Rokan Hulu ini dapat menjadi pilihan cerdas masyarakat.***

0 komentar: