Dorong Penduduk Kota Naik Sepeda
Ada cara jitu di Kopenhagen untuk membuat kotanya tidak macet. Caranya sederhana, mereka mendorong penduduknya menggunakan sepeda. Bahkan lima tahun ke depan (2015) mereka menargetkan 50 persen masyarakatnyanya penggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama.
Laporan Andi Noviriyanti, Kopenhagen andinoviriyanti@riaupos.com
Jalanan di Kopenhagen, Denmark lebar-lebar dan mulus. Namun hebatnya, saat Riau Pos tinggal di kota tersebut, sejak awal hingga pertengahan Desember, tak banyak kendaraan yang melintas di jalanan yang lebar dan mulus itu. Mobil hanya satu-satu, sepeda motor pun hampir tidak pernah kelihatan. Jalanan yang lengang itu lebih banyak diisi dengan orang berjalan kaki atau bersepeda. Alhasil, Anda tidak sekalipun akan bertemu dengan jalanan macet bila berkunjung ke negeri Hans Christian Andersen ini.
Selain memang ditunjang oleh transportasi umum yang sangat memadai, faktor penting dari keberhasilan membuat kota ini tidak macet adalah budaya bersepeda. Budaya bersepeda di kota ini memang sangat kental. Karena hampir tidak ada penduduk di negeri ini yang tidak memiliki sepeda.
Menjadi pemakai sepeda di kota ini juga boleh dibilang istimewa. Selain di beri lintasan khusus yang terpisah dari lintasan kendaraan bermotor, para pengguna sepeda juga bisa membawa naik ke kereta listrik ataupun metro. Selalu ada tempat khusus yang disediakan di bagian kendaraan cepat itu untuk menampung sepeda mereka. Itu artinya Anda bisa pergi ke manapun di negeri tersebut dengan menggunakan sepeda.
Bahkan jika Anda sesekali tidak ingin ribet dengan urusan menenteng sepeda di dalam kereta, Anda bisa memarkirkan sepeda itu di dekat stasiun pemberhentian. Terpenting kunci saja sepeda tersebut di tempat parkirnya, selebihnya boleh dibilang aman.
Setidaknya itulah pengalaman Riau Pos saat diberi pinjaman sepeda oleh panitia konferensi perubahan iklim sedunia (UNFCCC) COP 15 di kota tersebut. Saat itu, Riau Pos yang tidak ingin repot membawa sepeda ke dalam kereta, meninggalkan kereta angin itu di tempat parkir di dekat pemberhentian metro. Benar saja, keesokkan paginya, Riau Pos tetap mendapatkan sepeda itu di tempat yang sama dalam keadaan utuh.
“Yang penting, Anda tahu di mana tempat Anda memarkir sepeda,” ungkap Jan, salah satu petugas peminjaman sepeda saat awal Riau Pos memastikan apakah cukup aman memarkir kendaraan tersebut di tempat parkir sepeda ataupun di pinggir jalan.
Budaya bersepeda, di tempat ini bukan semata-mata didorong oleh budaya bersepeda masyarakatnya. Namun juga karena dorongan fasilitas yang diberikan pemerintahnya. Misalnya membuatkan jalur khusus untuk bersepeda yang terpisah dari kendaraan bermotor. Tempat parkir sepeda aneka bentuk yang terletak di banyak pedestrian.
Tempat parkir sepeda itu juga dilengkapi dengan tempat menambatkan bagian depan ban sepeda, sehingga selain dijadikan tempat mengunci sepeda juga membuat tempat parkir teratur. Sekaligus membuat sepeda tidak akan jatuh bila tersenggol. Mereka juga menyiapkan tempat penitipan sepeda jika seseorang ingin bepergian tanpa sepeda dan yang paling menarik adalah bisa membawa serta sepeda ke dalam kereta listrik atau metro.
Perhatian serius pemerintahan mereka terhadap infrastruktur penunjang penggunaan sepeda memang tidak dibangun dalam waktu sekejap. Mereka telah memulainya dengan anggaran yang jelas untuk infrastuktur dan kenyamanan bersepeda sejak tahun 1982 hingga tahun 2001. Alokasi anggaran baru mulai dikurangi sejak tahun 2001. Meski begitu mereka masih terus akan membangun jalur sepeda dengan konsep ramah lingkungan dengan target pada tahun 2015, setengah dari masyarakat mereka menggunakan sepeda sebagai transportasi utama.
Tak hanya itu, di kota tersebut juga tersedia jasa layanan rental sepeda. Siapa saja bisa meminjam sepeda tersebut dengan memberikan deposit 20 kroner atau sekitar Rp40 ribu. Uang itu tidak serta merta hilang, namun bisa diambil kembali saat mengembalikan sepeda.
Saat Riau Pos meminjam sepeda dari panitia UNFCCC COP 15, Riau Pos hanya mengisi formulir. Mengisi data nama, nomor paspor, alamat tempat tinggal, dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Selanjutnya sepeda bisa dipinjam hingga dua hari penuh, namun bisa diperpanjang. Hanya jika sepeda yang dikembalikan rusak, maka siap-siap menggantinya.
Selain upaya yang jitu untuk mengurangi kemacetan, mendorong masyarakatnya bersepeda, menurut Wali Kota Kopenhagen Ritt Bjerregard, saat memberikan kata sambutan pada konferensi perubahan iklim, 7 Desember lalu, adalah bagian dari upaya mereka memerangi perubahan iklim. Sehingga nantinya, pada tahun 2015 nanti mereka bisa berkontribusi menurunkan emisi CO2 sebesar 80.000 ton.
Kota-kota di Indonesia yang ingin keluar dari persoalan macet, tampaknya boleh meniru kota di Eropa Utara tersebut. Syaratnya tentu saja, mulai sekarang membangun infrastruktur dan kondisi yang nyaman bagi masyarakatnya untuk bersepeda.***
0 komentar:
Posting Komentar