Semua orang tahu merokok dapat memicu berbagai penyakit dan menanam pohon adalah hal yang mulia karena menolong kehidupan bumi dari malapetaka banjir, kekeringan hingga pemanasan global . Namun orang tetap saja lebih banyak merokok dan sedikit yang mau menanam pohon. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Andi Noviriyanti
Kala itu hujan rintik-rintik mengantar penjelajahan Riau Pos ini ke Kota Bangkinang, Ibukota Kabupaten Kampar, sekitar 60 kilometer dari Kota Pekanbaru. Riau Pos hendak bertemu dengan H Ismail Husein, seorang penerima penghargaan Kalpataru 16 tahun lalu. Dia adalah orang yang berhasil penggagas Gerakan Sejuta Sungkai di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) di tahun 90-an.
Tidak sulit mencari rumah Ismail. Rumahnya tepat berada di Jalan Sudirman No 35, tidak jauh dari areal wisata Stanum, Kota Bangkinang. Rumahnya sangat asri karena memiliki pekarangan yang luas dan dikelilingi pepohonan dan kolam ikan. Di pagar depan sebelum memasuki gang kecil menuju pintu gerbang rumahnya akan terlihat dengan jelas tulisan ”Kembang Sungkai”
Di areal rumah yang memiliki luas 1,8 hektar itulah Warta Suara Bumi mendengar kisahnya. Kisah seorang penggagas penghijauan yang sangat fenomenal dalam menciptakan greget kegiatan penghijauan di Provinsi Riau sekaligus di Indonesia. Kegiatan penghijauannya yang diberi nama Gerakan Sejuta Sungkai itu sekaligus menjadi tonggak sebutan nama lain bagi Kabupaten Inhu yaitu Negeri Sejuta Sungkai.
Padahal bila dilihat dari sejarah perkembangbiakan sungkai (Peronema canescens), pohon itu bukanlah tanaman endemik yang ada di Kabupaten Inhu. Pohon itu juga banyak tumbuh di daerah lainnya. Terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan dan terdapat pula di Negara Malaysia. Namun berkat ketekunan dan kesungguhan hatinya serta dukungan Bupati dan masyarakat Inhu dia mampu membuat sungkai menjadi identitas Kabupaten Inhu.
Proses Gerakan Sejuta Sungkai, menurut Ismail tidaklah bermula di Kabupaten Inhu. Tetapi justru di Kota Tanjungpinang. Kala itu, ingatnya, dia tengah bertugas di Kota Tanjungpinang. Sebagai mantan pimpinan proyek (pimpro) reboisasi dan telah banyak bergerak di bidang kehutanan, dia memiliki keinginan untuk menghijaukan Kota Tanjung Pinang dengan tanaman sungkai yang sangat banyak tumbuh di tempat itu.
Dia pun mencari sungkai-sungkai terbaik di negeri yang kini menjadi ibukota Provinsi Kepulauan Riau itu. Ismail mengaku menyukai menanam sungkai karena pohon itu memiliki kayu yang bagus namun sangat gampang tumbuhnya. Ibaratnya tinggal ditusukkan saja rantingnya ke tanah maka akan tumbuhlah pohon itu.
Di tengah keasyikan itu, ternyata dia harus berpindah tugas ke Kota Rengat. Di Kota Rengatlah perjuangan penghijauan dengan tanaman sungkai itu dilakukannya. Namun dia tidak ingin kegiatan itu hanya kegiatan sekedar tanam menanam tanpa ada target dan tanpa greget. Kegiatan tanpa target dan greget itu akan membuat gerakan penghijauan berjalan lamban, tidak banyak yang terlibat, dan tidak terukur keberhasilannya. Itulah yang kemudian melatarbelakanginya untuk melakukan Gerakan Sejuta Sungkai. Gerakan itu juga mendapat dukungan sangat kuat oleh Bupati Inhu yang menjabat saat itu.
“Ada sekitar 300 ribu orang penduduk Inhu, kalau satu orang menanam tiga pohon saja maka akan ada satu juta pohon. Di Inhu juga ada 300 desa, kalau masing-masing desa menanam tiga ribu pohon maka akan ada satu juta tanaman sungkai,” ungkap penerima tanda kehormatan Satyalancana Pembangunan dari Presiden BJ Habibie ini bercerita tentang strategi penghijauannya.
Strategi itulah yang membuat gerakan penghijauan dengan tanaman sungkai itu berhasil. Sehingga sampai kini gerakan itupun masih diingat, bahkan diabadikan menjadi salah satu nama gedung di Kabupaten Inhu.
Tak cukup hanya itu, Ismail juga membuat kegiatan penghijauan itu memiliki manfaat besar bagi masyarakat Inhu. Dia menggalakkan kegiatan kerajinan dari kayu sungkai. Dia menciptakan sejumlah industri kecil yang dibina oleh perusahaan selaku bapak angkat. Itu jugalah yang menyebabkan Kabupaten Inhu dikenal sebagai penghasil kerajinan kayu sungkai.
Namun berbagai cerita keberhasilan gerakan penghijauan yang dilakukan Ismail seketika berhenti ketika sampai pada suatu pertanyaan, “adakah penerus jejaknya?”
Pria berpostur tinggi dan berkumis tebal ini terdiam sejenak lalu buliran air mata mengalir di pipinya. Baginya terlalu sulit menjawab pertanyaan sederhana namun memiliki makna yang dalam itu. Pertanyaan itu sering dilontarkan banyak orang kepadanya. Namun sulit baginya menjawab karena dia tidak melihat ada orang yang mengikuti jejaknya.
Meski begitu sebuah jawaban diplomatis akhirnya terungkap dari bibirnya. ”Saya tidak tahu siapa penerus saya, namun bagi saya siapapun yang menanam pohon adalah penerus saya,” ungkapnya sembari menanggalkan kaca matanya dan menyeka air matanya.
Kegiatan penghijauan, katanya, akan berhasil dan memiliki banyak penerus bila kegiatan penghijauan belajar dari filosopi iklan rokok. Kegiatan menanam pohon pada dasarnya adalah hal yang gampang. Asal ada cangkul, ada bibit, maka tinggal gali lobang, lalu tanam. Namun yang sulit adalah membuat orang mau menanam pohon. Untuk membuat orang mau menanam pohon itulah diperlukan ajakan dan seruan terus menerus seperti halnya iklan rokok.
Dia menyebutkan iklan rokok selalu saja menyajikan bagaimana heroik-nya seseorang yang merokok. Pria nan perkasa, bersahaja, kuat dan kesan kepahlawan lainnya. Sehingga bahaya merokok menjadi hal yang terabaikan. Iklan itu juga diputar terus menerus menghiasai layar kaca dan jalan-jalan.
“Kalau saja iklan menanam pohon juga dilakukan seperti itu. Yang menanam pohon adalah pahlawan, maka akan banyak orang yang mau menanam. Ketika orang sudah mau menanam, kegiatan penghijauan seperti apapun akan berhasil,” tuah pria kelahiran Daik, Lingga, 68 tahun silam ini.
0 komentar:
Posting Komentar