Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 29 Agustus 2010

Angin Puting Beliung Semakin Sering Terjadi

Angin puting beliung dan hujan es bukan peristiwa baru atau hal yang aneh di Indonesia. Namun persoalannya bagaimana jika angin kencang dengan kecepatan 40-50 kilometer per Jam dan bongkahan kecil es batu itu semakin sering muncul?

Laporan Agustiar dan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Klik google atau mesin pencari di dunia maya lainnya dan masukkan kata kunci puting beliung dan hujan es. Dalam hitungan detik, terlihat puluhan bahkan mungkin ratusan catatan pristiwa angin puting beliung ataupun angin putting beliung disertai hujan es yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Baik di banyak wilayah di Indonesia, maupun di Riau sendiri.

Contohnya saja Kamis (26/8) petang menjelang Magrib lalu. Masyarakat Sorek II, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan merasakan peristiwa itu. Sekitar 27 rumah mereka mengalami kerusakan dengan kondisi atap melayang atau rumah tertimpuk pohon tumbang. Ternyata saat bersamaan angin puting beliung juga terjadi di beberapa tempat. Yang terdata oleh Riau Pos, saat itu Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dan Taman Sari, di Bandung.

Dari kejadian itu terlihat bagaimana peristiwa lokal yang berdurasi hanya 3-5 menit tersebut telah terjadi di mana-mana, bahkan dalam rentang waktu hampir bersamaan. Riau Pos juga mencatat dari berbagai laporan wartawan Riau Pos yang ada di berbagai daerah, peristiwa ini hampir tak absen dari bulan ke bulan melanda wilayah Riau. Kerusakan rumah semi permanen menjadi dampak umum dari peristiwa ini.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru Philip Mustamu, Jumat (27/8) malam, juga membenarkan peristiwa ini semakin sering terjadi. “Untuk wilayah Riau dalam lima tahun terakhir jumlah bencana alam seperti hujan lebat yang disertai dengan angin puting beliung termasuk hujan es yang terjadi mengalami peningkatan,” ujarnya, namun tak merinci data peningkatan dengan alasan datanya berada di kantor.

Philip juga menyebutkan sampai akhir tahun nanti, peristiwa semacam itu akan makin sering terjadi. Oleh karena itu dia mengingatkan agar masyarakat waspada. “Kepada masyarakat untuk tetap waspada. Sebab kondisi bisa terjadi dimana saja,’’ ujarnya
Beberapa waktu lalu, Dr Armi Susandi, pakar perubahan iklim, dalam beberapa kali wawancaranya dengan Riau Pos juga mengemukakan hal yang sama. Peristiwa angin puting beliung itu akan semakin sering terjadi. Hal itu, katanya terkait dengan peningkatan suhu akibat pemanasan global yang saat ini terjadi.

Philip, Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru juga memprediksi hal yang sama. Apalagi bila melihat penyebab dari pristiwa itu yang banyak dipicu oleh cuaca panas ekstrim yang kini memang sering terjadi.

Drs Achmad Zakir AhMG dalam situs meteo.bmg.go.id menjelaskan, masyarakat perlu mengetahui bagaimana ciri-ciri peristiwa ini akan terjadi sebagai bahan antisipasi. Dia memaparkan peristiwa itu sering terjadi pada saat peralihan musim dari kemarau ke musim hujan dan umumnya terjadi pada siang atau sore hari. Kemudian satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga paginya panas atau pengab. Lalu sekitar pukul 10.00 WIB terlihat tumbuh awal cumulus (awan berlapis-lapis). Di antara awan tersebut ada jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. Awan tersebut, kemudian, dengan cepat berubah warna menjadi hitap gelap. Selanjutnya, hujan pertama yang turun setelah itu adalah tiba-tiba dan deras.

Meskipun memiliki gambaran yang cukup jelas tentang hal itu, menurut Armi kadang-kadang masyarakat lalai membaca sinyal alam itu. Apalagi peristiwa itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat dan singkat. Untuk mencegahnya hampir sangat sulit. Namun setidaknya kalau dilakukan penanaman pohon atau banyak pohon yang tumbuh ditempat itu, maka akan mengurangi cuaca panas yang menjadi pemicu pristiwa itu.
Selain melakukan pencegahan, yang terpenting, tambahnya, masyarakat harus melakukan adaptasi. Pemerintah juga hendaknya membantu. Agar masyarakat di daerah dataran rendah dan rawan tersebut membangun rumah permanen.

Selain itu, Achmad Zakir, juga mengingatkan agar masyarakat mengurangi kerimbunan pohon yang terlalu tinggi. Bahkan jika ada pohon yang sudah rapuh sebaiknya ditebang.

Semoga peristiwa ini mengingatkan kita untuk bisa berbuat banyak dalam mencegah pemanasan global yang menjadi biang masalah dari berbagai bencana lingkungan yang kini sering terjadi.***



0 komentar: