This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 29 Agustus 2010

Angin Puting Beliung Semakin Sering Terjadi

Angin puting beliung dan hujan es bukan peristiwa baru atau hal yang aneh di Indonesia. Namun persoalannya bagaimana jika angin kencang dengan kecepatan 40-50 kilometer per Jam dan bongkahan kecil es batu itu semakin sering muncul?

Laporan Agustiar dan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Klik google atau mesin pencari di dunia maya lainnya dan masukkan kata kunci puting beliung dan hujan es. Dalam hitungan detik, terlihat puluhan bahkan mungkin ratusan catatan pristiwa angin puting beliung ataupun angin putting beliung disertai hujan es yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Baik di banyak wilayah di Indonesia, maupun di Riau sendiri.

Contohnya saja Kamis (26/8) petang menjelang Magrib lalu. Masyarakat Sorek II, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan merasakan peristiwa itu. Sekitar 27 rumah mereka mengalami kerusakan dengan kondisi atap melayang atau rumah tertimpuk pohon tumbang. Ternyata saat bersamaan angin puting beliung juga terjadi di beberapa tempat. Yang terdata oleh Riau Pos, saat itu Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis dan Taman Sari, di Bandung.

Dari kejadian itu terlihat bagaimana peristiwa lokal yang berdurasi hanya 3-5 menit tersebut telah terjadi di mana-mana, bahkan dalam rentang waktu hampir bersamaan. Riau Pos juga mencatat dari berbagai laporan wartawan Riau Pos yang ada di berbagai daerah, peristiwa ini hampir tak absen dari bulan ke bulan melanda wilayah Riau. Kerusakan rumah semi permanen menjadi dampak umum dari peristiwa ini.

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru Philip Mustamu, Jumat (27/8) malam, juga membenarkan peristiwa ini semakin sering terjadi. “Untuk wilayah Riau dalam lima tahun terakhir jumlah bencana alam seperti hujan lebat yang disertai dengan angin puting beliung termasuk hujan es yang terjadi mengalami peningkatan,” ujarnya, namun tak merinci data peningkatan dengan alasan datanya berada di kantor.

Philip juga menyebutkan sampai akhir tahun nanti, peristiwa semacam itu akan makin sering terjadi. Oleh karena itu dia mengingatkan agar masyarakat waspada. “Kepada masyarakat untuk tetap waspada. Sebab kondisi bisa terjadi dimana saja,’’ ujarnya
Beberapa waktu lalu, Dr Armi Susandi, pakar perubahan iklim, dalam beberapa kali wawancaranya dengan Riau Pos juga mengemukakan hal yang sama. Peristiwa angin puting beliung itu akan semakin sering terjadi. Hal itu, katanya terkait dengan peningkatan suhu akibat pemanasan global yang saat ini terjadi.

Philip, Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru juga memprediksi hal yang sama. Apalagi bila melihat penyebab dari pristiwa itu yang banyak dipicu oleh cuaca panas ekstrim yang kini memang sering terjadi.

Drs Achmad Zakir AhMG dalam situs meteo.bmg.go.id menjelaskan, masyarakat perlu mengetahui bagaimana ciri-ciri peristiwa ini akan terjadi sebagai bahan antisipasi. Dia memaparkan peristiwa itu sering terjadi pada saat peralihan musim dari kemarau ke musim hujan dan umumnya terjadi pada siang atau sore hari. Kemudian satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga paginya panas atau pengab. Lalu sekitar pukul 10.00 WIB terlihat tumbuh awal cumulus (awan berlapis-lapis). Di antara awan tersebut ada jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi seperti bunga kol. Awan tersebut, kemudian, dengan cepat berubah warna menjadi hitap gelap. Selanjutnya, hujan pertama yang turun setelah itu adalah tiba-tiba dan deras.

Meskipun memiliki gambaran yang cukup jelas tentang hal itu, menurut Armi kadang-kadang masyarakat lalai membaca sinyal alam itu. Apalagi peristiwa itu terjadi dalam waktu yang sangat cepat dan singkat. Untuk mencegahnya hampir sangat sulit. Namun setidaknya kalau dilakukan penanaman pohon atau banyak pohon yang tumbuh ditempat itu, maka akan mengurangi cuaca panas yang menjadi pemicu pristiwa itu.
Selain melakukan pencegahan, yang terpenting, tambahnya, masyarakat harus melakukan adaptasi. Pemerintah juga hendaknya membantu. Agar masyarakat di daerah dataran rendah dan rawan tersebut membangun rumah permanen.

Selain itu, Achmad Zakir, juga mengingatkan agar masyarakat mengurangi kerimbunan pohon yang terlalu tinggi. Bahkan jika ada pohon yang sudah rapuh sebaiknya ditebang.

Semoga peristiwa ini mengingatkan kita untuk bisa berbuat banyak dalam mencegah pemanasan global yang menjadi biang masalah dari berbagai bencana lingkungan yang kini sering terjadi.***



Kamis, 26 Agustus 2010

Siapkah Riau Menghadapi Perubahan Iklim?

Bongkahan es di Arctic lepas, Rusia dilanda musim panas ekstrim, Pakistan dilanda banjir dahsyat dengan 1.600 orang tewas. Tanda-tanda bencana perubahan iklim kian jelas. Siapkah Riau menghadapinya?



Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Dampak pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim kian nyata saja di bulan Agustus ini. Tidak saja karena lepasnya bongkahan es raksasa seluas 260 kilometer persegi atau lima kali luas Jakarta Pusat dari di laut Arctic, tetapi juga berbagai musibah fenomenal yang mengejutkan mata dunia sebut saja yang terjadi di Rusia dan Pakistan.

Rusia dari Juli hingga awal Agustus lalu mengalami gelombang panas yang mengakibatkan banyak pemukiman penduduk dan hutan yang terbakar. Hal ini disebut-sebut sebagai kebakaran terburuk selama musim panas yang melanda Rusia. Sekitar sepuluh ribu petugas pemadaman kebarakan dikerahkan. Suhu di negeri beruang merah tersebut dilaporkan mencapai 38 derajat Celcius.

Alexei Lyakhow, Direktur Layanan Meteorologi Moskow, kepada media menyatakan dalam 130 tahun pemantauan cuaca harian di Moskow, tidak pernah ada musim panas seperti itu. Dia menyebutkan itu bukan cuaca normal dan tidak pernah ada sebelumnya.
Sementara itu bencana banjir yang terjadi Pakistan, di minggu kedua Agustus lalu, ditetapkan PBB sebagai krisis kemanusian terbesar dalam sejarah dengan 13,8 juta orang terkena dampak banjir dan 1.600 orang tewas. Bencana banjir itu pun disebut-sebut sebagai bencana yang lebih buruk dibanding tsunami di Asia Selatan dan gempa bumi di Kashmir dan Haiti. Bahkan laporan terakhir disebutkan 20 juta orang terkena dampak dari banjir ini.

Dr Armi Susandi, anggota Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia (DNPI), menyebut kejadian-kejadian itu membuktikan terjadinya percepatan perubahan iklim. “Semua yang terjadi ini lebih cepat dari perkiraan” ujar pakar perubahan iklim ini kepada Riau Pos.

Dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini pun mengungkapkan prediksinya yang dulu tentang jumlah-jumlah pulau yang akan lenyap dari nusantara akibat meningkatnya permukaan air laut juga meningkat. Bila sebelumnya, dia hanya memprediksi ada 115 pulau yang akan lenyap pada tahun 2100, namun kini menurutnya pada tahun 2050 saja kemungkinan ada 750 pulau yang tenggelam.

Meskipun dia menyebutkan bahwa sebagian besar pulau-pulau itu adalah pulau tanpa nama dan tak berpenghuni, namun sebagian juga merupakan pulau-pulau bernama dan berpenghuni. Di antaranya, Singkep, Lingga, Sebangka, Abang Besar, Panuba, Benuwa, Tambelan, Pinanaseribu, Belitung, Nusa Penida, dan lain-lain.

Oleh karena itu, anggota delaegasi Indonesia di Konferensi Perubahan Iklim ini menyerukan agar masing-masing daerah membuat rencana aksi untuk menghadapi perubahan iklim tersebut. Keterlambatan dalam membaca sinyal dan melakukan adaptasi, akan mengakibatkan kerugian yang sangat besar dan tak tertanggulangi.

Menteri Lingkungan Hidup Prof Dr Ir Gusti Muhammad Hatta juga menyampaikan seruhan yang sama. Dalam situs resmi Kementerian Lingkungan Hidup, pria berlatar pendidikan di bidang kehutanan ini setiap daerah melakukan kajian  risiko dan adaptasi perubahan iklim di daerah masing-masing.

Pemerintah daerah, tambahnya, harus proaktif sebab dampak perubahan iklim semakin terasa. Indikasi dari hal itu antara lain terjadi pergeseran musim yang dapat mengganggu ketersediaan air dan musim tanam  serta waktu panen, mewabahnya jenis penyakit tertentu, terjadi berbagai bencana dan sebagainya.

“Indonesia, dengan jumlah penduduk yang tinggi dan secara signifikan mata pencahariannya masih tergantung pada sektor pertanian  dan perikanan serta letaknya  di kepulauan, maka Indonesia  termasuk negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Gusti.
***

Lalu siapkah Riau dalam menghadapi perubahan iklim?
Gubernur Riau HM Rusli Zainal dalam beberapa kali pemaparannya menyebutkan telah melakukan berbagai upaya untuk menghadapi bencana global ini. Pada tahun 2008, lewat surat keputusannya, gubernur dua periode ini telah membentuk Pusat Informasti Perubahan Iklim (PIPI) atau yang dikenal dengan Riau Climate Change Center.

Pusat informasi yang teknisnya berada di bawah Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau ini terbagi dalam tiga bidang dengan melibatkan beberapa instansi. Misalnya untuk bidang pendataan dan informasi bekerja sama dengan Badan Metereologi dan Geofisika Pekanbaru, bidang perencanaan dan kerja sama dengan Bappeda Riau, sementara bidang penyuluhan dan pelatihan dilaksanakan oleh BLH Provinsi Riau.
Sementara itu, upaya lainnya yang terdapat dalam presentasi Dinas Kehutaan Provinsi Riau yakni berupa pembentukan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil – Bukit Batu seluas 705,271 Ha, mengusulkan terbentuknya Taman Nasional Zamrud seluas 30.195 Ha dan mendukung perluasan Taman Nasional Tesso Nilo seluas 38.576 Ha menjadi seluas 83.068 Ha. Dibuat pula skenario hijau, berupa pemantapan kawasan lindung, pengamanan daerah aliran sungai, menjaga rasio hutan, dan alih fungsi kawasan budidaya menjadi kawasan lindung secara bertahap.

Ditambah dengan dilakukannya rehabilitasi lahan kritis, operasi illegal logging, melakukan pengaturan tata air (water management) di HTI dan kebun sawit yang berada di lahan gambut, serta penanganan kebakaran hutan dan lahan. Terakhir melakukan kerja sama penelitian dengan ACIAR dalam project Improving Gobernance, Policy and Institution Arranggement to Reduce Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD).

Namun dari berbagai upaya itu terlihat upaya dilakukan baru pada tahap mitigasi atau bagaimana mengurangi emisi karbon. Belum ada upaya-upaya yang mengarah kepada adaptasi. Sementara itu di pusat informasi perubahan iklim yang berada di Kantor BLH Riau juga terlihat belum ada data-data yang memadai untuk menyiapkan Riau dalam menghadapi bencana millinium tersebut.

Menurut Erlina Enli, Kabid Konservasi dan Perubahan Iklim didampingi Heri Yanto, Kasubid Perubahan Iklim dan Perlindungan Atmosfir, akhir pekan lalu, PIPI saat ini memang belum optimal. Menurut mereka, data yang ada, kebanyakan masih data mentah dan validitasnya juga masih diragukan. Mereka juga menyebutkan, meski telah dibentuk sejak tahun 2008 lalu, operasionalnya baru pada tahun 2009. Tahapan yang mereka lakukan pun berupa seminar tentang perubahan iklim dan pendataan tentang bahan perusak ozon.

“Kita telah memiliki website untuk PIPI ini. Dengan alamat web www.riauclimatechange.go.id. Namun saat ini tengah peng-upgrade-an. Data yang ada juga masih itu-itu saja. Sebenarnya kami hanya mengkoordinasi. Seharusnya daerah tingkat dualah yang melakukan pendataan. Namun setakat ini belum ada. Baru ada sekadar bertanya-tanya ke sini,” ungkap Heri Yanto.

Di pusat sendiri, tambah Yanto, juga masih belum jelas tentang rencana aksi. Provinsi-provinsi juga belum ada. Yang ada baru sampai pada tahap pendataan dan kajian, belum ada aksi.

Jika sudah begitu, menurut Anda siapkah Riau menghadapi bencana perubahan iklim ini? Adakah kita punya langkah-langkah yang jelas bagi masyarakat pesisir yang akan menghadapi peningkatan air laut? Atau adakah kejelasan bagi masyarakat petani untuk beradaptasi terhadap musim yang tak menentu?***

Jumat, 20 Agustus 2010

Atapmu Dinginkan Bumi

Dulu fungsi atap mungkin hanya untuk jadi peneduh bagi si penghuni rumah. Namun sekarang, dia bisa jadi pendingin bumi.

Laporan Andi Noviriyanti dan Tya GSJ,
Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com

Ahad pekan lalu, sekitar pukul 14.00 WIB, panas matahari sedang terik-teriknya. Terlebih lagi berada di atas atap bangunan bertingkat dua di Jalan Majalengka, di sekitar Jalan Rambutan. Tepatnya di gedung berwarna putih, PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI) Cabang Pekanbaru.

Namun panas terik itu, kalah dengan rasa penasaran Riau Pos yang terobsesi melihat taman atap di gedung berarsitektur paket kotak yang setengah terbuka. Di dampingi si pemilik taman Didi Winarsyah, Pimpinan PT Citra Van Titipan Kilat (TIKI) Cabang Pekanbaru dan arsitek gedung itu Dedi Ariandi, Riau Pos disajikan pemandangan hijau di atas atap.

Awalnya Riau Pos berpikir, akan menemukan taman seperti kebanyakan taman yang ada di halaman rumah. Penuh aneka tumbuhan dan warna-warni bunga. Ternyata bukan. Yang Riau Pos temukan adalah lapangan golf. Meskipun ukurannya sangat mini dibandingkan lapangan golf asli, yakni hanya berukuran 7 x 4 meter, namun sang arsiteknya sepertinya berhasil menyajikan gambaran lapangan golf.

“Konsep garden roof ini memang lapangan golf mini. Jadi sengaja dibangun berundak-undak dan tidak ada bunganya. Hanya diisi rumput gajah mini dan rumput jarum (rumput jepang) dan sedikit rumput liar,” ujar Dedi sembari tertawa, karena rumput jenis terakhir yakni rumput liar tidak masuk dalam perencanaan, namun karena tidak ada petugas taman khusus di atap itu, jadinya rumput liar tumbuh.

Sementara itu bagi Didi Winarsyah, sang pemilik, keberadaan garden roof di lantai tiga kantornya tersebut merupakan keinginan orang tuanya. Agar di ruang kerja khusus di lantai tiga itu ada taman. “Jadi ada pemandangan hijau, segar, yang bisa dilihat ketika jenuh melihat tumpukan buku,” ujarnya sembari tertawa menceritakan bagaimana putranya punya keinginan untuk berkemah di atap rumah itu.
***

Garden roof atau taman atap ini kian populer di kalangan pecinta griya yang peduli terhadap lingkungan hidup. Apalagi sejak persoalan bumi makin panas akibat pemanasan global. Taman ini, tidak saja untuk menyejukkan mata, memperindah bangunan, namun yang paling penting adalah ikut mendinginkan bumi. Pasalnya taman atap ini bisa menahan panas sehingga mengurangi masuknya panas ke dalam gedung.

“Garden roof bisa menahan panas, menjadi tempat resapan air hujan dan sebagai pendingin bangunan yang ada di bawahnya. Sehingga penggunaan air conditioner (AC) atau kipas angin dapat dihemat,” ujar Dedi.

Dedi lebih lanjut menjelaskan, bahwa sinar matahari biasanya langsung menimpa atap rumah, kemudian mengalirkan panasnya ke dalam rumah sehingga membuat suhu rumah meningkat. Namun, ketika ada taman di atap rumah, maka sinar matahari akan diserap oleh tanaman yang ada. Karena itu, taman atap tersebut mampu mendinginkan ruangan di bawahnya serta mengurangi radiasi sinar matahari yang masuk keruangan di sekitarnya.
Dari perbincangan Riau Pos dan Green Student Journalists (GSJ) bersama Dedi Ariandi, praktisi arsitek di Pekanbaru ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan jika ingin membuat garden roof.

Tahap pertama yaitu sebelum membuat garden roof, matangkan dulu perencanaannya. Misalnya dengan memastikan struktur bangunan sudah benar-benar pas untuk dibuat garden roof sesuai kebutuhan. Plat lantai atap dan kekuatan tiang penyangga harus dipastikan benar-benar dihitung dengan baik. Hal ini bisa dikonsultasikan dengan perancang bangunan tempat Anda biasa berkonsultasi.

Tahap kedua adalah melapisi semen (cor-an) atap dengan water proof (lapisan anti bocor atau kedap air). Lapisan ini berfungsi sebagai penampung air. Sehingga air tidak masuk ke dalam rumah. Lapisan anti air ini terbuat dari lapisan khusus. Bisa berupa semen atau aspal yang telah dibentuk menjadi lembaran atau gulungan, atau bisa juga berupa cairan khusus yang bisa didapat di toko-toko bangunan.

Pemasangan water proof juga harus memperhatikan cuaca. Usahakan ketika memasang water proof pastikan cuaca dalam keadaan panas sebab ini akan berdampak pada kekuatan tahan airnya. Hindari memasang water proof saat cuaca mendung atau hujan.
Tahap selanjutnya adalah menaburkan pasir atau tanah, sebagai media penanaman. Namun sebelum menaburkan pasir atau tanah, ada baiknya menambahkan ijuk atau sabut kelapa di atas lapisan kedap air. Hal ini akan membuat air hujan yang jatuh menimpa pasir, kemudian akan disaring oleh ijuk atau sabut kelapa. Ini membuat air yang masuk ke dalam lapisan kedap air, sudah terlepas dari partikel berat atau sampah-sampah. Sehingga air akan mengalir dengan lancar ke drainase di sekitar taman atap.
Berikutnya, si pemilik bisa menanam tanaman sesuai dengan kekuatan struktur bangunan yang telah diperhitungkan sebelum membuat taman atap.(Ivit Sutia-GSJ dari Fisipol Universitas Riau)

Tertarik? Anda bisa mencobanya di rumah atau gedung kantor Anda. Meskipun kecil, itu bisa berarti untuk mendinginkan bumi yang kian panas ini.(Ivit Sutia-GSJ dari Fisipol Universitas Riau)