This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Minggu, 25 Juli 2010

Mereka yang Kian Tersingkir


Dari Bakteri hingga Harimau


Bumi ini tidak saja diisi oleh manusia. Tetapi juga dengan berbagai makhluk Tuhan lainnya. Mulai dari makhluk kecil hampir tak berwujud seperti bakteri hingga harimau si raja hutan. Namun kini keberadaan mereka sebagai bagian dari keanekaragaman hayati yang berguna untuk menjaga keseimbangan alam kian tersingkir. Bukan saja karena habitatnya yang sudah dihancurkan, tetapi juga karena praktik perburuan liar yang tak tertanggulangi.


Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com
Tulang belulang harimau Sumatera itu tergeletak memenuhi lantai ruang barang bukti Poltabes Pekanbaru. Di ruangan berukuran 3 x 3 meter yang terletak dilantai tiga itu tampak pengap. Selain karena diisi pemandangan tulang belulang harimau yang telah mengering lengkap dengan daging kering yang masih menempelinya, ditambah lagi dengan bau tak sedap yang memenuhi ruangan tersebut. Bau busuk seperti ikan asin itu berasal dari ember-ember berisi cairan yang merendam kulit harimau yang terletak tak jauh dari deretan tulang dan tengkorak harimau.

Pemandangan itu, terjadi pada Ahad (18/7) lalu, sekitar pukul setengah empat sore. Pihak kepolisian di Poltabes Pekanbaru hari itu memberikan keterangan kepada pers tentang tertangkapnya dua pelaku kejahatan perdagangan satwa ilegal, yang tertangkap sehari sebelumnya (17/7). Bersama dua pelaku itu telah diamankan enam tengkorak harimau, lima lembar kulit harimau, dan sekitar tujuh kilo tulang belulang harimau. Kejadian pekan lalu ini menambah deret panjang kisah penyingkiran harimau Sumatera. Satu-satunya spesies harimau yang tertinggal di Indonesia, setelah harimau Jawa dan Bali yang dinyatakan punah beberapa dekade silam. Berdasarkan data yang dilansir WWF kepada media, pada tahun 1992 hanya terdapat 400 ekor lagi harimau Sumatera yang tertinggal. Sementara pada kurun waktu 1998-2009 saja, WWF Riau mencatat 46 ekor harimau Sumatera mati di Riau. Itu baru yang terdata, tidak termasuk kisah tentang enam tengkorak harimau yang ditemukan pekan lalu. “Ini adalah jumlah yang terdata. Jika memang benar enam tengkorak harimau yang akan dijual ke Malaysia adalah harimau Sumatera, tentu angka ini akan terus bertambah,’’ ujar Samsidar, Humas WWF, kepada Riau Pos, pekan lalu menanggapi tentang tertangkapnya pelaku kejahatan kehutanan harimau Sumatera, pekan lalu.
***

Sabtu (17/7) pekan lalu juga, bersamaan dengan hari tertangkapnya dua pelaku kejahatan perdagangan satwa itu tertangkap, di SD Kartika, aktivis WWF bersama PT Sharp memperkenalkan tentang keanekargaman hayati kepada siswa-siswi di SD. Itu sebagai bagian dari kegiatan mereka memperkenalkan keanekargaman hayati yang kian terancam. Termasuk salah satunya memperkenalkan tentang harimau Sumatera lewat cerita tentang Si Belang (anak harimau Sumatera) dan Si Kiki (monyet) temannya. Danang, salah satu staf WWF yang bertugas menceritakan kisah Si Belang sembari memegang boneka Si Belang yang ada di tangannya bersama rekannya Resa bercerita bagaimana Si Belang yang tengah bermain kejar-kejaran bersama Si Kiki ditangkap oleh si pemburu harimau. Namun untunglah ibu Si Belang, seekor harimau betina dewasa, datang dan menyelamatkan anaknya. Ibu Si Belang yang marah pada pemburu, bermaksud memakan si pemburu. Namun Si Kiki berusaha mencegahnya. Si Kiki menyebutkan bahwa si pemburu juga punya keluarga, anak dan istri. “Nanti, anaknya akan kehilangan bapaknya,” ujar Si Kiki. Akhirnya ibu Si Belang mengurungkan niatnya. Karena tak jadi dimakan ibu Si Belang, si pemburu bersyukur dan berterima kasih dengan ibu Si Belang. Sebagai bentuk terima kasihnya si pemburu bersahabat dengan keluarga harimau dan sekaligus menjadi penjaga hutan.

Kisah sederhana itu suatu saat kelak bisa jadi hanya menjadi sebuah cerita. Si Belang yang adapun hanya dalam bentuk boneka. Mengingat kini harimau Sumatera yang diceritakan itu jumlahnya terus berkurang. Mereka tersingkir dari habitatnya untuk kepentingan perkebunan dan kegiatan budidaya manusia lainnya serta diburu.
***

Pertengahan pekan ini, 19-23 Juli, di Sanur, Bali, ribuan orang yang terdiri dari ilmuwan, aktivis, pemerhati lingkungan tumpah ruah di Bali membahas konservasi dan keanekaragaman hayati. Mereka menghadiri pertemuan Konferensi Asosiasi untuk Konservasi dan Biologi Tropis atau Association for Tropical Biology and Conservation (ATBC) 2010.

Konferensi tahunan ini, memfokuskan perhatiannya pada keanekaragaman sumber daya hayati, dengan tema utama “Tropical Biodiversity: Surviving the Food, Energy, and Climate Crisis” (Keanekaragaman Hayati Tropis: Selamat dari Krisis Makanan, Energi dan Iklim).

Pertemuan ini dianggap sangat krusial, mengingat semakin tergerusnya jumlah keanekaragaman hayati di Alam. Terutama ditandai dengan makin menyusutnya jumlah satwa top predator, misalnya harimau Sumatera tadi. Kehilangan harimau, mungkin tidak secara langsung berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Namun keberadaannya menjadi pengatur keseimbangan di alam. Misalnya menjaga jumlah populasi babi liar yang menjadi hama pertanian masyarakat. Keberadaan harimau juga memastikan di alam masih tersedia hutan dalam kondisi yang baik, sebagai tempat jutaan makluk hidup lainnya di planet bumi ini. Termasuk juga untuk manusia di sekitarnya yang masih menggantungkan kehidupannya dari keberadaan hutan, misalnya masyarakat pedalaman.

Menurut Mike Shanahan, staf Media di International Institute for Environment and Development (IIED) dalam salah satu tulisannya tentang Biodiversitas dan Jurnalistik Lingkungan, menyebutkan bahwa hilangnya keanekaragaman hayati bukan saja tentang kematian harimau, sebagai spesies langka dan karismatik. Tetapi juga hilangnya keanekaragaman jenis gen, spesies, dan berbagai ekosistem di planet bumi ini. Misalnya saja bakteri yang membantu tanah menjadi subur. Ataupun plankton kecil yang tak terlihat dengan kasat mata di perairan tetapi menjadi penentu ketersediaan ikan yang dibutuhkan manusia untuk makan. Jadi begitu pentingnya menjaga keanekargaman hayati di muka bumi ini. Sesuatu yang kelak menjadi jaminan bagi umat manusia dalam penyediaan bahan makanan, energi, dan juga melawan perubahan iklim yang tidak diragukan lagi terjadinya.***

Senin, 19 Juli 2010

Pekanbaru CGaF


Setahun Save The Earth Foundation (SEFo)


Setelah tahun lalu bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Prof Gusti Muhammad Hatta melaksanakan program Go Green PLTA Koto Panjang, Riau Pos bersama Save The Earth Foundation (SEFo) tahun ini akan kembali melakukan gerakan go green. Khusus tahun ini, program go green yang dilaksanakan diberi nama Pekanbaru CGaF (baca: Sigaf)

Laporan
Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com


Pekanbaru bersih, hijau dan berbuah atau Pekanbaru CGaF (Clean, Green, and Fruitful) tersebut diluncurkan bertepatan dengan peringatan satu tahun Save The Earth Foundation (SEFo) 14 Juli lalu dan menyambut dua dekade Riau Pos 17 Januari mendatang.

Hal itu resmi disepakati oleh CEO Riau Pos Media Group Makmur SE Ak, MM, COO Riau Pos Group Divre Pekanbaru Sutrianto selaku pimpinan Riau Pos sekaligus pendiri SEFo, pekan ini. Dalam rapat terbatas untuk menyukseskan program tersebut telah dipilih Herianto, Wakil Pemimpin Umum Bidang Keredaksian sebagai ketua pelaksana.
Menurut Makmur, program Pekanbaru CGaF tersebut dilatarbelakangi sebagai tindak lanjut dari program go green Riau Pos untuk menanam lima juta pohon yang telah dimulai tahun lalu.

“Tahun lalu, kita telah memulai program penghijauan ini bersama Menteri Lingkungan Hidup. Saat itu telah ditanam sekitar 5.000 pohon yang menyebar di sejumlah tempat di Kecamatan XIII Kotokampar, Kabupaten Kampar. Untuk tahun ini kita tindaklanjuti dengan program Pekanbaru CGaF,” ulasnya.

Dipilihnya Program Pekanbaru CGaF tersebut, tambahnya, karena Kota Pekanbaru telah enam kali berturut-turut meraih Penghargaan Adipura yang diberikan langsung oleh presiden. Prediket kota besar terbersih di Indonesia itu, menurutnya, patut dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Dan salah satunya untuk meningkatkannya adalah melalui program Pekanbaru Berbuah.

Peserta rapat terbatas Pekanbaru CGaF yang dipimpin Sutrianto, akhir pekan ini, menyepakati beberapa hal yang menjadi latar belakang mengapa program Pekanbaru Berbuah ini menjadi gandengan yang pas dengan program bersih dan hijaunya Kota Pekanbaru yang telah dilaksanakan. Pertama, dilihat dari sisi lingkungan dan keindahan. Penanaman pohon buah akan sangat bermanfaat untuk menambah pohon penghijauan di Kota Pekanbaru, mengingat buah-buahan salah satu pohon yang sangat diminati masyarakat. Khususnya untuk pohon penghijauan di rumah. Pohon-pohon buah yang kelak akan berbuah itu, nantinya akan menghasilkan buah aneka warna yang akan memperindah Kota Pekanbaru.

Kedua, dilihat dari sisi peningkatan kesehatan. Buah-buahan termasuk elemen penting dalam menjaga kesehatan manusia. Sayangnya, konsumsi buah di Indonesia masih tergolong rendah yakni sekitar 40,06 kilogram per kapita/tahun. Angka itu masih cukup jauh dari rekomendasi FAO yang mematok 65,75 kg per kapita/tahun. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya program Pekanbaru Berbuah tersebut, maka secara tidak langsung akan mendorong peningkatan konsumsi buah oleh masyarakat. Apalagi jika program tersebut sudah berjalan, maka akses masyarakat untuk mendapatkan buah dengan harga yang murah cukup tinggi, karena buah itu tumbuh di halaman rumah mereka sendiri.

Ketiga, dilihat dari sisi peningkatan ekonomi masyarakat. Setakat ini, buah-buahan segar di Kota Pekanbaru berasal dari luar daerah bahkan luar negeri. Ini mengakibatkan harga jual buah tinggi dan akibatnya meningkatkan pengeluaran masyarakat. Namun jika buah-buah itu dapat di tanam di Pekanbaru, maka selain mengurangi belanja rumah tangga juga dapat menjadi pendapatan sampingan bagi masyarakat yang mau bertanam buah.

Tingkat kelayakan program ini dapat berkaca dari keberhasilan program Kebun Buah yang dilaksanakan oleh Balai Pelatihan dan Pengembangan Masyarakat (BPPM) PT Arara Abadi di Perawang. Dari BPPM ini terlihat bahwa buah-buahan yang mereka hasilkan dapat menembus pasar dan sekarang menjadi salah satu kebanggaan dan kunjungan wisata bagi perusahaan tersebut. Dilihat dari kondisi tanah, topografi, iklim dan cuaca, antara Perawang dan Pekanbaru hampir tidak ada perbedaan. Oleh karena itu, kemungkinan keberhasilan yang sama juga akan diraih oleh Kota Pekanbaru.
Dalam pelaksanaan program ini, menurut Makmur, secara informal telah dibicarakan dengan Wali Kota Pekanbaru Herman Abdullah dan sejumlah pihak. Namun secara formalnya, tambah Sutrianto akan dilaksanakan secara maraton dalam waktu dekat untuk mematang persiapan sebelum penanam. Direncanakan persiapan menjelang program tersebut dilaksanakan mulai Juli hingga September mendatang. Sementara untuk penanaman akan dilaksanakan pada musim tanam, yakni Oktober hingga Desember mendatang.

Tentang teknis pelaksanaan, tambah Herianto, direncanakan akan melibatkan rumah tangga di seluruh kelurahan di Kota Pekanbaru yang jumlahnya 58 kelurahan. Masing-masing kelurahan diharapkan dapat menanam 50 pohon buah sebagai spirit awal untuk membangun program Pekanbaru Berbuah. Di mana diharapkan buah yang ditanam sejenis perkelurahan, sehingga nantinya saat panen, pemasaran buah-buahan itu lebih mudah.
Untuk pelaksanaannya, kegiatan ini akan dibagi dalam tiga tahun. Tahun pertama akan dilakukan penanam, tahun kedua perawatan, dan selanjutnya tahun ketiga panen dan pemasaran. Untuk mendukung program ini juga akan dilaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak sehingga dapat menekan biaya.

Semoga Program Pekanbaru CGaF dapat terlaksana dengan kerja sama semua pihak.***

Selasa, 13 Juli 2010

Satu Semester Bebas Asap


Alangkah indahnya bila terus bisa melihat langit yang biru tanpa asap yang melapisinya. Alangkah nyamannya bila tak perlu menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan. Alangkah bahagianya bila tak perlu was-was terkena ISPA karena indeks kualitas udara menunjukkan angka baik. Enam bulan terakhir ini, hal itu sudah kita rasakan. Mampukah Riau bebas dari asap di semester-semester berikutnya?


Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com

Setahun yang lalu, di pertengahan tahun seperti ini juga, di sebuah ruang kelas sekolah dasar (SD) di Pekanbaru, terlihat wajah-wajah mungil berbalut masker di wajahnya. Masker tipis berwarna hijau itu, sebagai pelindung alakadarnya agar zat-zat berbahaya dari asap kebarakan hutan dan lahan (karhutla) yang saat itu tengah berlangsung tidak menggorogoti sistem pernafasan mereka dan menumpuk di paru-paru mereka.

Syukurlah tahun ini, mereka tidak membutuhkan masker itu lagi. Mereka kini bisa menghirup udara segar di ruang kelas mereka. Mereka bisa pergi sekolah dan bermain di dengan leluasa di bawah langit yang cerah nan membiru. Alangkah indahnya semua itu.

Perasaan suka cita, bebasnya Riau di semester awal ini dari asap juga dirasakan oleh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Trisnu Danisworo.
“Betapa sejuknya di Riau enam bulan belakangan ini. Betapa nyamannya hidup dengan udara bersih ini. Betapa indahnya hutan dan lahan tidak terganggu dengan bakar-bakaran. Betapa sehatnya kita tidak menderita sakit ISPA. Betapa enaknya tetap bisa masuk sekolah dan kerja. Betapa tenangnya kita tidak dihujat negara tetangga karena ekspor asap,’’ tulisnya dalam pesan singkatnya kepada Riau Pos.

Trisnu menyebutkan tahun 2010 ini, angka hotspot sebagai indikasi terjadinya karhutla, memang sedang menurun dratis. Bahkan tahun ini adalah titik penurunan tertinggi sepanjang lima tahun terakhir ini di Riau. Berdasarkan pantauan Satelit NOA 18, berturut-turut dari tahun 2005 s/d 2009 adalah 22.630, 35.426, 4.292, 3.878, dan 7.776. Sementara tahun 2010 ini sampai Juni lalu kurang dari 600 hotspot.
Menurutnya ada kemungkinan tahun 2010 ini, Riau akan benar-benar bebas asap. Pasalnya selain telah bebas di semester awal ini, beberapa bulan ke depan berdasarkan data yang didapatnya dari Badan Metrologi dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih merupakan musim kemarau basah. “Musim kemarau diperkirakan hanya tinggal Juli dan Agustus, sementara September nanti diperkirakan sudah masuk musim hujan,” ulasnya.

Kondisi bebas asap dalam satu semester ini merupakan hal yang patut disyukuri dan dia berharap kondisi ini bisa tetap bertahan di masa-masa berikutnya. Walau dia mengakui bebas asapnya Riau di semester awal ini lebih karena faktor alam. Mengingat beberapa daerah yang menjadi tempat terjadinya hotspot merupakan tempat-tempat yang memang sengaja dibakar untuk kebutuhan land clearing lahan. Kesadaran masyarakat masih belum seperti yang diharapkan.

Namun syukurnya dengan tidak adanya karhutla saat ini, pasukan manggala agni yang berada di bawah koordinasinya, kini punya banyak waktu untuk melakukan sosialisasi, kampanye, dan membangun Sistem Keamanan Lingkungan Pengendalian Kebakaran (Siskamling Dalkar). “Saat ini lima daerah operasi manggala agni kita, yakni di Dumai, Siak, Pekanbaru, Batam, dan Rengat aktif melakukan sosialisasi di beberapa desa binaan mereka. Itu kita lakukan sebagai upaya pencegahan kita agar di masa mendatang kebakaran hutan dan lahan benar-benar dapat dieliminir,” ungkapnya.

Turunnya angka hotspot tersebut, tambahnya, sekaligus juga telah memenuhi target Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang manargetkan penurunan angka hotspot 20 persen tiap tahunnya. “Khusus di Riau, angka ini jauh melampaui target yang ingin dicapai. Tapi bagi saya bukan itu yang menjadi poin penting, tetapi adalah bagaimana nikmatnya hidup tanpa asap. Ini momen yang tepat untuk mengingatkan masyarakat betapa indahnya hidup ini tanpa bakar-bakar,” ungkapnya.

Penurunan angka hotspot, tidak saja memberikan udara segar dan langit biru, tetapi juga mencegah masyarakat dari Insfeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Termasuk juga mengurangi anggaran negara untuk memadamkan api yang jumlahnya tak sedikit. Setidaknya untuk memadamkan dua hektare saja dibutuhkan biaya Rp1.750.000. Bayangkan berapa biaya yang dibutuhkan untuk memadamkan api di Riau yang luas lahan terbakarnya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu hektare. Belum lagi bila menggunakan helikopter, nilainya bisa miliaran rupiah. Dari pada dana itu digunakan untuk memadamkan api tentulah lebih baik untuk pembangunan
Semoga bebas asap semester awal ini bisa belanjut di semester-semester berikutnya.***

Kamis, 08 Juli 2010

Lebih Yakin, Hamparan Hutan Alami itu Masih Terjaga


Pengalaman Pemenang GSA Terbang Mengelilingi Cagar Biosfer GSK-BB


Pemenang pertama Green Student Ambassador (GSA) 2010 yang dinobatkan sebagai Duta Lingkungan Hidup Riau sekaligus Duta Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu (GSK-BB), The Chousa, Jumat (2/7) pagi, berkesempatan melihat langsung keindahan Cagar Biosfer GSK-BB. Berbekal golden ticket, personil The Chousa masing-masing M Fauzi Abdullah, Novri Indra, Murad, Hardi dan Joni Kurniawan terbang selama satu jam menggunakan helikopter mengelilingi satu-satunya cagar biosfer inisiasi swasta pertama di dunia itu, Sinar Mas Forestry (SMF).




Laporan LISMAR SUMIRAT dan TYA GSJ, Perawang redaksi@riaupos.com

KABUT tipis menyambut kedatangan pemenang GSA 2010 dari Pekanbaru di lapangan helipad milik Sinar Mas Forestry (SMF) Perawang pagi itu. Hingga pukul 09.00 WIB sebagian lokasi helipad masih diselimuti butiran embun. Kondisi cuaca yang kurang bersahabat ini dikhawatirkan akan menganggu rencana penerbangan para duta lingkungan yang terpilih melalui kegiatan Pemilihan Duta Lingkungan 2010 yang dilaksanakan oleh Save The Earth Foundation (SEFo) Riau Pos.

‘’Kalau masih kabut terpaksa penerbangan kita tunda. Kita cari waktu lain,’’ ungkap Ari Rosadi, Staf Forest Environmental SMF.

Cuaca mendung yang menyelimuti bumi pagi itu kemudian berangsur cerah. Kumpulan embun mulai meninggalkan areal helipad Sinar Mas Forestry. ‘’Oke siap-siap cuaca sudah mulai cerah. Tampaknya rencana terbang jadi kita laksanakan,’’ ucapnya mengingatkan pemenang GSA 2010 untuk bersiap-siap menikmati pengalaman terbang mengelilingi Cagar Biosfer GSK-BB.

Tepat pukul 10.00 WIB, pemenang GSA 2010 mulai diterbangkan perdana mengelilingi Cagar Biosfer SGK-BB dengan menggunakan helikopter berlambung PK-URQ. Mengambil star dari helipad yang terletak di kawasan kantor PT Arara Abadi/Sinar Mas Forestry, Perawang kemudian pilot mulai menerbangkan helikopter berwarna oranye tersebut.
Dari atas udara, helikopter yang dipiloti Aga Yudistira mulai memasuki kawasan penyangga (buffer zone) seluas 222 ribu hektare yang merupakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) Sinar Mas Forestry. Kemudian helikopter memasuki kawasan inti (core zone) Cagar Biosfer GSK-BB. Mula-mula di kawasan utama ini rombongan akan dibawa mengelilingi Suaka Marga Satwa Giam Siak Kecil. Kemudian dilanjutkan dengan kawasan konservasi Sinar Mas Forestry hingga mencapai kawasan Suaka Margasatwa Bukit Batu. ‘’Ketiga kawasan inilah yang kemudian disebut sebagai Cagar biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB). Di zona inti ini juga bisa kita lihat tasik-tasik yang terdapat dalam kawasan cagar biosfer, di antaranya Tasik Air Hitam, Tasik Betung, Tasik Serai dan tasik-tasik kecil lainnya,’’ jelas Ari Rosadi yang juga bertindak sebagai pemandu mengelilingi Cagar Biosfer GSK-BB.

Selama memandu penerbangan, Ari banyak menjelaskan tentang berbagai pemandangan hijau yang terdapat di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu.
‘’Dari atas kita bisa lihat warna-warna daun pohon yang merupakan kanopi alam. Pohon yang berdaun kuning kecoklatan dilindungi oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang sebab pepohonan yang berdaun kuning kecoklatan tersebut termasuk tanaman langka,’’ ujar Ari yang sesekali menunjukkan tasik-tasik dari atas helikopter. Takjub. Hamparan hutan yang dipenuhi warna kehijauan di dalam Cagar Biosfer GSK BB masih terjaga kelestariannya. Bukan hanya sekadar digadang-gadangkan masih alami, namun kenyataannya memang hutan nan perawan. Kekaguman ini terpancar dari wajah personil The Chousa yang ikut terbang menikmati pengalaman mengelilingi Cagar Biosfer GSK-BB.

‘’Kalau dulu kami kurang yakin bila di Riau memang masih ada hutan alami seluas ini. Tapi setelah terbang mengelilingi Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu ini kami semakin yakin,’’ ucap M Fauzi Abdullah, salah seorang personil The Cousa mengungkapkan komentarnya. Setelah terbang selama satu jam, tepat pukul 11.00 WIB, helikopter yang terbang kembali mendarat di helipad. Kemudian tepat helikopter kembali melanjutkan penerbangan membawa rombongan GSA yang tidak ikut penerbangan perdana karena terbatas kapasitas helikopter. Rombongan GSA yang rata-rata baru pertamakali mengelilingi Cagar Biosfer GSK-BB memakai helikopter, sangat antusias dengan perencanaan rute perjalanan yang dilaksanakan. ‘’Senang sudah pasti, selain itu kami sangat tertarik untuk melihat CB GSK-BB dari atas, hutan perawannya yang membentuk kanopi alam dengan warna-warna hijau dan kuning kecoklatan sangat menarik untuk dilihat dari udara,’’ ujar pria yang akrab disapa Adji ini. Komentar lain diungkapkan oleh Hardi Fachrianto. Walaupun sempat pusing karena pengalaman pertamanya ini namun tetap enjoy dan berusaha menikmati pemandangan yang disungguhkan oleh keindahan CB GSK-BB. Ardi begitu sapaan akrabnya mengaku pengalaman naik helikopter mengelilingi GSK-BB merupakan pengalaman yang tidak akan terulang kedua kalinya. ‘’Saya seperti berada di negeri awan dengan hamparan permadani hijau di bawahnya,’’ tutur Ardi sambil memegangi kepalanya yang sempat pusing sambil diledeki oleh teman-temannya.

Bila di lain waktu mendapat kesempatan serupa, Ardi mengaku tidak akan menolaknya. ‘’Kalau ada sekali lagi bolehlah. Pasti akan lebih terbiasa,’’ sebutnya. Manager Flagship Conservation Program Sinar Mas Forestry, Yuyu Arlan menyampaikan harapannya The Chousa dan kepada para GSA lainnya, untuk bisa mempromosikan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Baru pada masyarakat. Sehingga masyarakat mejadi lebih mencintai cagar biosfer satu-satunya di Riau tersebut dan menjadikan kawasan ini sebagai kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Riau. Sebab katanya, saat ini GSK BB bukan lagi hanya milik Riau namun telah menjadi milik Indonesia bahkan milik dunia.

‘’Harapan kita ke depan, GSA mampu mengkampanyekan dan menjelaskan kepada masyarakat tentang keberadaan Cagar Biosfer GSK-BB ini kepada masyarakat. Sehingga bukan kami lagi yang maju dan mempresentasikannya kepada masyarakat atau tamu-tamu dari luar daerah maupun luar negeri namun generasi muda inilah yang maju kedepan untuk mengkampanyekan Cagar Biosfer GSK-BB. Merekalah nantinya yang akan mewarisi semua ini sehingga harus dilibatkan dari sekarang, khususnya kepada GSA ini,’’ pesan Yuyu Arlan. Cagar Biosfer Giam Siak Kecil Bukit Batu bukan hanya tanggungjawab Sinar Mas Forestry sebagai peng-inisiasi namun juga tanggungjawab bersama pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Akhirnya Cagar Biosfer ini bisa menjadi penyumbang paru-paru dunia. Pedulikah Anda?(ndi)




Jumat, 02 Juli 2010

Maukah Manusia Sesekali Mengalah dengan Gajah?



Drama kematian dua aktor utama yang berkonflik di Kecamatan Pinggir dan Mandau Kabupaten Bengkalis sudah akut dan berlarut-larut. Sang aktor, gajah ataupun manusia sudah sama-sama bergantian mati dan dipastikan akan terus begitu sampai ada yang mau mengalah. Memaksa gajah mengalah, berarti kepunahannya karena tidak ada lagi tempat yang bisa menampung 40 gajah Sumatera ini. Pilihannya, maukah sesekali manusia yang punya akal pikir dan mampu beradaptasi mengalah dengan gajah?

Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com

Jumlah gajah-gajah yang berkonflik dengan manusia di Kecamatan Pinggir dan Mandau, Kabupaten Bengkalis hanya sekitar 40 ekor saja. Namun hewan bertubuh tambun selalu saja bersitegang dengan pemilik kebun ataupun warga setempat yang menjadi lareal intasannya.

Tercatat di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dalam kurun waktu empat tahun terakhir saja, mereka sudah berkonflik sebanyak 30 kali. Dengan korban enam manusia meninggal dunia, empat cedera dan empat ekor gajah mati. Jika merujuk pada kisah kematian di pihak manusia, tidak bisa dibilang enteng, karena proses kematiannya tragis. Misalnya Ronald Silalahi (Juli 2008) meninggal dunia setelah diinjak gajah. Jalinus (Maret 2009) meninggal dunia setelah tubuhnya diinjak-injak dan dilumat gajah. Terakhir Suwanto (Juni 2010) meninggal dunia setelah diinjak gajah dengan tubuh tak lagi berbentuk. Korban hampir saja bertambah 20 Juni lalu, saat gajah merusak rumah dan mengambil makanan di rumah Anas Nasution, warga Desa Balaimakam, Kecamatan Mandau.

Bila merujuk dari nama-nama dan lokasi kejadian konflik ini, bisa dilihat bahwa areal konflik selalu di lahan perkebunan dan rata-rata korban adalah warga pendatang. Rumah-rumah yang dirusak juga rata-rata rumah semi permanen berupa papan atau pondok-pondok. Sementara itu, tidak juga mungkin memindahkan gajah-gajah dari kawasan tersebut, pasalnya itu memang sudah habitat gajah dan telah diakui negara termasuk pemerintah setempat kala itu, sebagai Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja. Selain itu jika dipindahkan tidak ada lokasi lain karena Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas sudah penuh begitu juga dengan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang telah dipenuhi gajah setempat. Ditambah lagi persoalan rawannya terjadi kematian gajah-gajah yang dipindah tersebut.

Dengan fakta-fakta itu, maka solusi yang sangat mungkin adalah upaya pembebasan lahan oleh pemerintah di kawasan lintasan gajah dan memindakan warga setempat yang rawan terkena konflik gajah. Sama halnya jika ada pembebasan lahan untuk pembangunan jembatan, jalan, atau fasilitas umum lainnya.

Menanggapi hal itu, Kepala BBKSDA Provinsi Riau Trisnu Danisworo, Jumat (25/6) siang, menyatakan hal itu mungkin saja dilakukan oleh pemerintah. Namun sebelum itu, tambahnya, ada dua ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, warga yang bermukim atau berkebun di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja seluas 18 ribu hektare mau tidak mau dan tidak punya pilihan lain memang harus pindah. Pasalnya kawasan itu, meskipun hanya tinggal sedikit yang berhutan, statusnya tetap adalah SM Balai Raja. Hal itu diperkuat lagi, Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak pernah mengeluarkan sertifikat kepemilikan atau lahan yang berada di kawasan SM Balai Raja.

Trisnu juga melihat kawasan SM Balai Raja itu dipenuhi oleh kebun-kebun sawit yang rata-rata milik pribadi. Bahkan ada beberapa orang yang memiliki lahan hingga ratusan hektare namun dengan nama Surat Keterangan Tanah (SKT) yang berbeda-beda. Bahkan ada lahan sawit yang dikelola seperti perusahaan, dengan karyawan dan fasilitas pabrik. “Namun legalnya saya belum tahu. Apakah itu perusahaan benaran atau tidak. Harus dilihat dulu SIUP, SITU, dan pembayaran pajaknya. Namun sepengamatan kami, itu rata-rata milik perorangan,” ungkapnya.

Selanjutnya kedua, tambah Trisnu, bagi warga yang lokasi tempat bermukim atau berkebunnya di luar kawasan SM Balai Raja, namun menjadi lintasan gajah, itu dikembalikan kepada pilihan mereka masing-masing. Namun untuk mengamankan itu perlu ada upaya pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan penanaman tanaman pakan gajah di daerah lintasan tersebut. Agar gajah-gajah itu tidak mencari pakan sampai ke rumah penduduk ataupun merusak kebun warga. “Dan hal ini sangat memungkinkan,” imbuhnya. Sementara itu, Kasi Trantib Kecamatan Mandau Amiruddin SH, Sabtu (26/6) menyatakan bahwa wacana itu tidak mungkin. Menurutnya tidak mungkin manusia mengalah dengan gajah. Gajahlah yang harus dipindahkan, meskipun dia mengakui bahwa kawasan yang menjadi tempat konflik gajah adalah kawasan perkebunan dan juga dimiliki warga pendatang. Namun menurutnya, tidak ada istilah warga pendatang, karena mereka tetap warga negara kesatuan Indonesia yang boleh tinggal di mana saja asal wilayah Indonesia .

Selanjutnya, menyikapi tentang ide pembebasan lahan di kawasan lintasan gajah menurutnya tidak mungkin. Pasalnya memerlukan biaya yang sangat tinggi sekali, mengingat panjangnya lintasan gajah hingga 35 Km. ”Lintasan gajah itu mulai dari Kecamatan Pinggir hingga Mandau ini. Apa pemerintah punya dana tersebut,” tuturnya.
Senada dengan itu, Camat Pinggir Alpi Mukhdor Ap MSi, menyatakan juga tidak memungkinkan warganya pindah dari kawasan SM Balai Raja. Meskipun dia juga mengakui bahwa kebanyakan yang masuk kawasan itu juga adalah kebun sawit milik warga. Kalaupun seandainya yang dikembalikan hanyalah lahan perkebunan saja menjadi hutan Balai Raja, dia juga tidak setuju. Menurutnya, kalau kebun-kebun itu dikembalikan fungsinya sebagai hutan, maka masyarakat akan kehilangan mata pencarian. “Rata-rata masyarakat di sini menggantungkan dirinya dengan usaha perkebunan terutama sawit,” tuturnya.

Masing-masing pihak kini terus memperdebatkan gajah atau manusia kah yang harus mengalah. Namun yang jelas sampai saat ini, Pemerintah Kabupaten Bengkalis, sebagai pemilik wilayah, belum terlihat tanda-tanda memiliki solusi jangka panjang. Bahkan, menurut, Trisnu Danisworo, surat yang mereka layangkan kepada Pemkab Bengkalis sebulan yang lalu sampai saat ini belum ditanggapi oleh bupati.***