This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jurnalistik Berkelanjutan

Jurnalistik Berkelanjutan
Objektifitas Berita Lingkungan: Jurnalistik Berkelanjutan adalah buku pertamaku. Buku ini mengupas tentang pengalamanku tentang dampak pemberitaan lingkungan yang tidak akurat. Berita yang demikian tidak saja mampu mengguncang kehidupan pribadi seseorang tetapi juga tidak membantu lingkungan. Jika Anda ingin membacanya, Anda bisa menemukan sejumlah cuplikannya di blog ini

Jumat, 24 Juli 2009

Generasi Masker


Riau sedang menciptakan generasi baru, yakni generasi masker. Bocah-bocah kecil yang kini tak lagi bisa bernafas bebas, menghirup udara segar, kecuali menggunakan masker yang seakan menggunci hidung dan mulut mereka.

Laporan ANDI NOVIRIYANTI, Pekanbaru
andinoviriyanti@riaupos.com

Entah apa dosa anak-anak itu. Hingga untuk bernafas saja mereka sangat sulit. Bahkan belasan ribu mereka kini tercatat sebagai penderita Insfeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di berbagai puskesmas, balai pengobatan, praktik dokter dan rumah sakit di Riau.




Satu dari ribuan anak-anak itu adalah Audry (5). Bocah kecil yang bersekolah di TK Al Azhar itu, sudah menderita ISPA sejak umur dua tahun. Tepatnya saat orang tuanya pindah tugas ke Kota Pekanbaru tiga tahun silam. Sejak itulah, bila musim asap datang, dia selalu menderita sakit tenggorokan dan batuk.
Meskipun tiap kali ke luar rumah, ibunya selalu memakaikannya masker. Walaupun biasanya Audry sudah lari duluan ke dalam rumah, bila melihat udara yang berasap. Meski sudah begitu, ISPA tetap saja menggerayangi tubuh mungilnya. Sudah seminggu ini, deman bersemayam di tubuhnya. Menghilangkan senyum dan tawanya.
***
Waluyo Eko Cahyono dari Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang melakukan penelitian tentang peningkatan konsentrasi Partikulat Meter (PM) 10 dan Karbon Monoksida (CO) akibat kebakaran hutan, lewat email-nya, kemarin, menjelaskan bahwa kebakaran hutan, nyata telah menyebabkan terjadinya peningkatan pencemar udara. Selain PM 10 dan CO, juga menghasilkan SO2, CO2, NO2, dan Ozon (O3).
Kepala Laboratorium Udara Kota Pekanbaru Syahrial juga membenarkan hal itu. Pasalnya, selalu terjadi peningkatan jumlah polutan udara tiap kali kebakaran hutan dan lahan. “Penelitian khusus untuk itu tidak ada. Hanya berdasarkan pengalaman saya, selama hampir sepuluh tahun bertugas di laboratorium ini, hal itu terus terjadi,” ungkapnya, awal pekan lalu.
Tentang evaluasi kualitas udara yang ada di Kota Pekanbaru, menurutnya, tahun 2009 ini memang beberapa kali ditemukan kualitas udara tidak sehat. Namun, ucapnya, belum sampai pada skala berbahaya. Namun, menurutnya, perlu kehati-hatian menyikapi data kualitas udara. Misalnya masyarakat sering terkecoh dengan data yang ada di display. Data tersebut menurutnya bukanlah data real time, tapi sehari sebelumnya.
“Itu sebabnya, kadang-kadang, ada yang bertanya kok sudah berasap begini dibilang masih baik atau sedang. Selain itu bukan data real time, itu juga rata-rata 24 jam dari tiga titik di Kota Pekanbaru. Pernah, suatu kali dalam beberapa jam ada data yang menunjukkan kualitas udara berbahaya, namun kemudian karena hembusan angin yang kencang dan udara panas, segera berubah. Kualitas udara jadi sedang atau tidak sehat,” papar pria kelahiran 27 Juli 1962 ini.
Menurutnya, bila ada yang terpapar kualitas udara yang berbahaya itu pada jam tersebut, maka disaat itulah, ditemukan orang langsung pingsan atau langsung tumbang. Meskipun kualitas udara di display terlihat sedang.
Dia juga mengungkapkan bahwa data yang mereka miliki adalah data Kota Pekanbaru. Sementara asap itu sering berasal dari daerah lain. Artinya, menurutnya, daerah tempat asap itu berasal, bisa jadi kualitas udaranya sudah sangat tidak sehat atau berbahaya.
***
Dua dokter spesialis paru-paru, dr Rohani SpP dan dr Zulkarnain SpP, memastikan bahwa asap dipastikan menimbulkan gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Hal itu, salah satunya, menurut dr Rohani yang bertugas sebagai dokter spesialis keliling puskesmas di Pekanbaru dilihat dari jumlah pasien dan kunjungan.
“Kita merasakan peningkatan jumlah pasien ini. Asap memang menjadi pemicu ISPA, apalagi bagi mereka yang sudah memang memiliki gejala tersebut,” ujar perempuan berkacamata yang ditemui di tempat praktiknya di Apotik Jakarta.
Namun soal seberapa dampaknya, dokter spesialis paru ini, menyebutkan belum ada penelitian sejauh apa dampak asap kebakaran hutan dan lahan. Apalagi terhadap anak-anak. Namun yang jelas, jika asap terpapar terus menerus pastilah berdampak buruk bagi kesehatan. Tak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi orang dewasa.
Menurutnya, penyakit yang paling terparah dampaknya dari asap menurutnya adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). PPOK merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif (cepat dan berat) ini disebabkan karena terjadinya radang kronik akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama. Gejala utama sesak napas, batuk, dan produksi sputum dan keterbatasan aktifitas.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pada tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia. Dan pada tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Sementara itu, Zulkarnain, seperti yang dilansir oleh Riau Pos, akhir pekan lalu, menyebutkan dampak asap bagi kesehatan sama halnya dengan merokok 24 jam. Kondisi itu, tambahnya, tentu sangat mengkhawatirkan. Terutama bagi ibu-ibu hamil. “Dampaknya sama seperti ibu hamil merokok 24 jam,” paparnya.
Selain penyakit PPOK, Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru seperti yang dilangsir Riau Pos, pekan lalu, menyatakan asap dapat menimbulkan enam penyakit berbahaya. terdiri dari dua bagian yaitu ISPA pneumonia dan ISPA Non pneumonia, asma bronkial, iritasi mata, diare dan muntah-muntah.
Dengan berbagai penyakit itulah, generasi Riau akan tumbuh dan berkembang. Sekarang tinggal sikap dan tindakan semua pihak menyelamatkan generasi yang kini hidup dengan masker.(ndi)


Senin, 13 Juli 2009

Pabrik Pupuk Organik di Perut Sapi


Boleh percaya atau tidak. Pabrik pupuk kini berada di perut sapi.

Laporan Andi Noviriyanti, Kuansing
andinoviriyanti@riaupos.com

Rabu (24/6) pagi, di areal Peternakan Sapi PT Tri Bakti Sarimas (TBS). Sekitar 50 Km dari Kota Telukkuantan atau 210 Km dari Kota Pekanbaru. Ratusan ekor sapi yang berbadan gemuk dengan kulit mengkilat terlihat menikmati pakannya. Tetapi bukan rumput, seperti lazimnya dikonsumsi hewan herbivora ini. Sapi-sapi itu terlihat sedang mengunyah makanan yang bentuknya seperti dedak dan juga pelet berukuran sekitar 3-5 Cm.
Direktur TBS Gunawan berseloroh, “sapi di sini tidak lagi makan rumput, mereka makan humberger,” ujarnya tergelak memberi nama pakan sapi mereka sembari memperlihatkan pakan ternak sapi yang berwarna kehitaman, kering, penuh serat, dan tak berbau.


Menurut pria keturunan Tionghoa ini, sapi mereka memang beda dari sapi-sapi yang lain di Indonesia. Pasalnya perternakan sapi mereka tidak lagi memanfaatkan rumput sebagai pakan ternak. Sapi-sapi mereka yang berjumlah sekitar 700-an ekor itu memakan limbah pertanian dan limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang telah mereka olah.
Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, kakao, kelapa hibrida, pinang, peternakan sapi dan lainnya ini memang beberapa tahun belakangan ini mencoba mengembangkan diri menjadi perusahaan yang zero waste (tanpa limbah). Itulah sebabnya limbah-limbah yang berasal dari perkebunan dan pabrik kelapa sawit mereka olah. Mulai dari bungkil kelapa, lumpur sawit, bungkil sawit, kulit kakao fermentasi, serbuk kakao, hingga fiber sawit mereka olah menjadi pakan ternak.
Perusahaan swasta nasional yang didirikan sejak tahun 1986 bahkan menyebutkan bahwa olahan limbah yang dimakan oleh sapi-sapi itu, bukan saja jadi pakan bagi sapi. Namun pencernaan (perut) sapi itu telah menjadi pabrik pembuatan pupuk organik. Pasalnya berbagai limbah yang ada di kawasan perkebunan itu diolah sapi-sapi itu di dalam perutnya. Dengan mekanisme pencernaannya dan sejumlah enzim di dalam perutnya lalu keluarlah kotoran sapi yang berasal dari limbah tadi. Lalu kotoran itu dijadikan salah satu bahan utama pupuk organik yang mereka produksi.
***
Perusahaan yang berkedudukan di Bukit Payung, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi ini merupakan perusahaan swasta nasional yang melakukan perkebunan terpadu (integrated plantation). Memiliki kawasan perkebunan kakao monokultur seluas 2.028 Ha, kakao tumpang sari dengan kelapa 703,87 Ha, kelapa hibrida 1.422 Ha, kebun sawit HGU TBS 10.932,35 Ha, dan kebun sawit mitra 9.316 Ha (namun yang produktif hanya 7.600 Ha). Mereka juga memiliki peternakan sapi dengan jumlah 700-an ekor sapi dan juga perkebunan kakao yang tumpang sari dengan tanaman pinang serta pabrik kelapa sawit (PKS)
Sebagai kawasan perkebunan terpadu, peternakan dan juga memiliki PKS, perusahaan ini memiliki banyak sekali produk yang tidak terpakai atau limbah. Misalnya dari perkebun kelapa mereka memiliki limbah sabut kelapa. Pasalnya hanya isi kelapa yang mereka manfaatkan untuk dijadikan santan dan produksi minuman kelapa yang pabriknya berada di Sumatera Barat. Beberapa tahun lalu, sabut kelapa itu hanya menjadi limbah dan mereka harus membayar orang untuk membakar sabut kelapa tersebut. Namun kemudian dengan sebuah inovasi, perusahaan itu berhasil memanfaatkan sabut kelapa itu.
Dengan mesin ciptaan mereka, maka setiap sabut kelapa yang dihasilkan dari kupasan kelapa itu dimasukkan ke dalam mesin. Mesin itu kemudian menghacurkan sabut kelapa sehingga antara serat dan serbuknya terpisah. Serat mereka keringkan dan padatkan sehingga layak ekspor. Serat sabut kelapa itu kini sedang laku untuk pembuatan jok mobil mewah atau fiber dinding peredam suara. Sementara serbuknya mereka manfaatkan untuk alas di kandang sapi. Hal itu berimbas baik bagi sanitasi kandang sapi mereka yang menjadi kering, hangat dan bersih.
“Coba bandingkan dengan peternakan sapi lainnya. Di sini kandang sapinya tidak bau dan tidak dikerubungi lalat. Soalnya kandangnya bersih dan hangat. Urine dan kotoran sapi jatuh di atas serbuk. Kalau sudah basah, serbuknya kami ganti,” ujar Gunawan yang hari itu berkesempatan membawa Riau Pos dan juga Kepala BBKSDA Rahman Siddik berkeliling di areal perkebunan terpadu mereka.
Serbuk kelapa yang telah bercampur dengan kotorang dan urine sapi dibawa ke pabrik pembuatan pupuk organik yang hanya berjarak 50-100 meter dari peternakan sapi itu. Serbuk sabut kelapa itu kemudian dicampur lagi dengan tandan kosong sawit cacah, solid, fiber, kulit kakao giling, abu pembakaran dan air limbah PKS yang selama ini menjadi limbah di PKS dan perkebunan mereka. Untuk menyempurnakan pupuk organik mereka, berbagai bahan itu difermentasi dengan menambahkan koloni mikroba pengurai.
Dengan cara itu mereka tidak saja menyelesaikan soal limbah, tetapi juga mengatasi persoalan pupuk bagi lahan pertanian dan perkebunan mereka. Pupuk organik yang mereka hasilkan mencapai 3-4 ribu ton per bulan. Keberadaan pupuk organik itu telah menekan penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen. Bahkan di tahun 2010 mereka punya target untuk menghasilkan 10 ribu ton per bulan. Dengan demikian mereka ke depan tidak perlu lagi memakai pupuk kimia dan menjualnya ke pasaran.
“Saat ini kami lebih berorientasi untuk pemenuhan kebutuhan perkebunan,” ujar Gunawan.
Itu sebabnya, kini sapi-sapi yang mereka pelihara tidak lagi diutamakan untuk penjualan. Namun lebih dijadikan sebagai pabrik pupuk organik. Menurut keterangan GM Farming Entreprise Fauzi Suherman dan Manager Kompos Ir Akmal, sapi-sapi mereka lebih dimanfaatkan untuk mengolah limbah yang telah mereka buat untuk menjadi pakan ternak untuk menjadi pupuk organik. Itu bisa dilihat dari rata-rata penjualan sapi mereka yang perbulan hanya 25 ekor.
***
Inovasi untuk memanfaatkan limbah dan memproduksi pupuk organik itu, ternyata menurut Gunawan dan Akmal bermula dari krisis global pada tahun 1997. Sebagai perusahaan perkebunan yang sangat membutuhkan banyak pupuk mereka kewalahan dengan harga pupuk yang terus melambung. Akhirnya terpikirlah untuk membuat pupuk sendiri. Dari hasil eksperimen di perkebunan mereka, akhirnya terciptalah pupuk yang berasal dari limbah di kawasan perkebunan itu. Dilengkapi dengan perut sapi, yang secara alami mampu mengubah limbah tersebut lebih lanjut untuk dijadikan bahan dasar pupuk organik. Sembari juga menyelesaikan persoalan pakan ternak mereka yang semakin hari kesulitan mencari rumput.
Pupuk dan pakan ternak yang mereka hasilkan itu kini telah memiliki nama dagang yakni TOC Organic Fertilizer dan Samco Pakan Ternak. Gunawan menyebutkan pupuk itu memiliki sejumlah keunggulan. Mulai dari mengandung unsur makro dan mikro lengkap, lebih efisien dan ekonomis, serta memperbaiki pH tanah dan kehidupan mikroba tanah. Sementara itu pakan ternak sapi mereka juga telah teruji membuat bobot sapi mereka meningkat dan aman.
“Kami telah mengujinya bertahun-tahun dan telah melihat hasilnya,” imbuh Gunawan dengan senyum mengambang.
Semoga perusahaan ini menjadi contoh bagi kawasan perkebunan dan pabrik kelapa sawit lainnya.***